>

Kita semua tahu bahwa Tauhid adalah perkara utama yang wajib dipelajari oleh setiap manusia. Para Nabi dan Rosul tidaklah memulai dakwahnya kecuali dengan Tauhid sebagaimana difirmankan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dalam Firman-Nya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Alloh saja dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An Nahl: 36).
Namun demikian, ternyata ada empat permasalahan yang pada hakikatnya juga wajib kita pelajari. Apa saja sih keempat permasalahan itu?

Empat permasalahan yang wajib dipelajari oleh setiap manusia adalah:
1. Ilmu, yaitu mengenal Alloh, mengenal Nabi-Nya dan mengenal Agama Islam dengan dalil-dalilnya.
Dalam dzikir pagi dan petang ada satu lafadz yang bunyinya: “Aku ridha (rela) Alloh sebagai Robb-ku, Islam sebagai Agamaku, dan Muhammad adalah hamba dan utusan Alloh.” Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Barangsiapa membacanya sebanyak tiga kali ketika pagi dan sore hari, maka hak Allah memberikan keridhaanNya kepadanya pada hari Kiamat.”
(HR. Ahmad 4/337, An-Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 4 dan Ibnus Sunni no. 68. Abu Daud 4/418, At-Tirmidzi 5/46. Sanadnya hasan).
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu berkata:
“Hendaknya kamu mengetahui masalah ini pertama kali. Yakni kamu mengenal Alloh Ta’ala, mengenal Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dan mengenal agama kalian dengan dalil-dalilnya, dengan apa yang dikatakan oleh Alloh dan Rosul-Nya, bukan dengan akal, juga bukan dengan perkataan si Fulan, akan tetapi dengan dalil-dalil dari ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rosululloh. “
(Syarhu Ats-Tsalatsatil Ushul).
2. Amal, yaitu mengamalkan ilmu tersebut.
Ilmu yang sudah kita pelajari itu nggak mungkin dong kalo disimpan begitu saja? Pastinya, ilmu itu bakal diamalkan. Ilmu adalah obat kebodohan. Kalo diibaratkan, kita menuntut ilmu itu seperti berobat ke dokter, cuma bedanya kalo ke dokter untuk mengobati penyakit maka dalam hal ilmu kita mengobati kebodohan. Kita menuntut ilmu dari seorang guru/ustadz dan merekalah “dokter” yang kita tuju untuk mengobati kebodohan.
Biasanya seorang dokter menuliskan resep obat yang harus diminum oleh pasiennya. Adapun guru/ustadz mengajarkan suatu ilmu yang harus kita amalkan. Sebagai contoh, mereka mengajarkan tentang sifat sholat dan wudhu nabi maka kita harus mengamalkan/mempraktikkannya, seperti orang yang minum obat dari resep dokter itu. Mana mungkin bisa sembuh penyakit yang kita derita kalo resep obat itu cuma disimpan di dalam laci, atau sekedar dibaca-baca saja?? Tentu saja kalo mau sembuh ya harus diminum, sesuai dengan ketentuannya. Bisa 2x atau 3x sehari. Bisa juga sebelum atau sesudah makan.
Demikian pula dengan ilmu. Kalo yang dipelajari sifat wudhu nabi, maka kita harus praktikkan gimana sih cara wudhu yang sesuai dengan tuntunan nabi? Gimana caranya membasuh kedua telapak tangan, berkumur dan memasukkan (lalu mengeluarkan) air dari hidung, membasuh dahi dsb?? Semua itu harus dipraktekin sebagaimana yang sudah kita pelajari. Bukan cuma dibaca-baca atau dilihat-lihat gambarnya saja.
Disebutkan dalam suatu riwayat, dari Muhammad bin Al Husain Al Qaththan mengabarkan kepada kami, Da’laj bin Ahmad memberitahu kami, Muhammad bin Ali bin Zaid Ash Sha’igh meriwayatkan kepada mereka, Hujjaj (anak laki-lakinya Muawiyah) meriwayatkan kepada kami dari Abu Ishaq, ia berkata, “Umar bin Al Khaththab berkata:
“Janganlah kalian terpedaya dengan orang yang membaca Al Qur’an. Sesungguhnya Al Qur’an itu hanyalah ucapan yang biasa kita ucapkan. Akan tetapi perhatikanlah orang yang mengamalkannya.”
(Al Khatib Al Baghdadi, Iqtidha Al ‘Ilm Al ‘Amal no. 109).
3. Dakwah, yaitu mendakwahkan ilmu tersebut.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala semisal pahala orang yang mengikuti petunjuk tersebut tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan maka baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa mereka.”
(HR. Muslim).
Fase selanjutnya adalah dakwah, yaitu mengajak manusia untuk mengamalkan ilmu yang udah kita pelajari dan kita amalkan lebih dulu. Dakwah jelas nggak boleh asal-asalan. Dia harus disertai dan dibangun di atas ilmu, sebagaimana Firman Alloh Ta’ala:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Alloh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).
Dan “hujjah” yang disebut dalam ayat ini tentu saja ilmu.
4. Sabar, yaitu bersabar atas berbagai gangguan di dalamnya.
Setelah kita mendakwahkan (mengajarkan) ilmu itu kepada orang, maka langkah selanjutnya adalah sabar. Sabar adalah menahan jiwa (nafsu) untuk tetap berada di atas ketaatan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, menahannya dari bermaksiat kepada-Nya, dan menahannya dari keluh kesah terhadap takdir Alloh, sehingga ia menahan jiwanya dari perasaan marah, jengkel dan bosan.
Senantiasa dalam keadaan semangat dalam berdakwah, menyeru manusia untuk masuk ke dalam agama Alloh meskipun ia disakiti. Karena mengganggu para da’i yang menyeru kepada kebaikan itu sudah menjadi sifat setiap orang kecuali orang yang diberi petunjuk oleh Alloh, sebagaimana Firman-Nya:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ
“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rosul-rosul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Alloh. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rosul-rosul itu.” (QS. Al An’am: 34).

كَذَلِكَ مَا أَتَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ
“Demikianlah tidak seorang rosul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: “Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila”.” (QS. Adz Dzaariyat: 52).

Nah, coba kita perhatikan baik-baik, para nabi dan rosul saja mendapat tantangan yang begitu berat dalam berdakwah tapi mereka tetap sabar dan tawakal kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Coba perhatikan betapa beratnya siksaan yang ditimpakan kepada Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam waktu beliau dakwah di Makkah sebelum hijrah?? Nggak cuma tuduhan “orang gila” tapi juga lemparan benda-benda seperti batu hingga kotoran unta dilayangkan kepada Beliau, tetapi Beliau tetap sabar hingga datang pertolongan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.

Memang pertentangan apapun bentuknya, mulai sekedar interupsi-interupsi kecil sampe gangguan-gangguan yang bahkan bisa mengancam keselamatan kita, itu biasa terjadi kepada seseorang yang menyeru kepada Alloh dan Rosul-Nya. Memang sifat manusia (kecuali mereka yang diberi petunjuk oleh Alloh) adalah selalu maunya bertentangan, apa itu ke kanan atau ke kiri, nggak pernah mau lurus ke depan.
Jadi nggak usah ambil pusing lah, toh kita kan udah berusaha, di dengar dan diikuti ya  syukur alhamdulillah. Nggak juga itu urusan mereka sama Alloh. Mereka mau menuduh kita apa juga yang penting kita sabar sambil memohon pertolongan Alloh supaya mereka diberikan petunjuk. Ya, memang benar mau masuk neraka itu lebih gampang daripada mau masuk surga.

Faidah dan Pelajaran.
Dari pembahasan ini kita bisa ambil pelajaran antaralain:
1. Empat perkara yang wajib diketahui oleh setiap manusia adalah ilmu, amal, dakwah dan sabar.
2. Ilmu yang pertama kali harus diketahui dan dipelajari adalah Mengenal Alloh, Mengenal Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, dan mengenal Agama Islam beserta dalil-dalilnya baik dari Al Qur’an maupun Hadits.
3. Mengamalkan ilmu adalah perkara penting yang tidak boleh diremehkan. Karena bermanfaat atau tidaknya ilmu itu dilihat dari cara kita mengamalkannya.
4. Ilmu yang sudah kita pelajari dan kita amalkan itu hendaknya diajarkan (didakwahkan) kepada orang lain. Keutamaan mendakwahkan ilmu itu kepada orang lain adalah ia akan mendatangkan kebaikan bagi kita dan orang itu. Akan tetapi dakwah tetap harus dilandasi dengan ilmu.
5. Anjuran untuk bersabar atas ilmu yang kita ajarkan (dakwahkan) itu karena sifat dasar manusia yang selalu ingin bertentangan dengan kebenaran (kecuali orang yang telah Alloh beri petunjuk). Para Nabi dan Rosul pun mendapatkan pertentangan yang sangat berat, mulai dari tuduhan orang gila hingga lemparan kotoran unta.
Wallohu A’lam bi Showab.
________________________
Referensi:
Al Qur’an dan Terjemahan. Hadits Web 3.0.
Al Anshori, Muhammad At Thayyib. 2006. Cara Mudah Memahami Ushuluts Tsalatsah (soal Jawab tentang Tiga Landasan Utama). Darul Ilmi – Yogyakarta.
Al Baghdadi, Al Khathib. 2004. Ilmu dan Amal, Telaah Kritis Hadits-Hadits tentang Kewajiban Mengamalkan Ilmu dan Ancaman Bagi yang Mengabaikannya (Tahqiq: Muhammad Nashiruddin Al Albani). Najla Press – Jakarta.
Al Utsaimin, Muhammad bin Sholih dan Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. 2009. Syarhu Ats Tsalatsatil Ushul, Penjelasan 3 Landasan Pokok yang Wajib Diketahui Setiap Muslim. Maktabah Al Ghuroba – Solo.