>Mengenal FIS, Muhammad Surur dan Abdurrahman Abdul Khaliq

Leave a comment

>

gulfwar
Setelah pembahasan tentang DI/TII yang alhamdulillah telah tuntas pada bagian ke-8, Insya Alloh pada kesempatan kali ini kita akan membahas dan mengenal kelompok-kelompok Neo-Khawarij lainnya. Sepintas gerakan mereka tidaklah berbeda dengan DI/TII yakni melakukan pengkafiran dan pembangkangan terhadap pemerintahan muslim yang sah. Bedanya, jika DI/TII adalah gembong Neo-Khawarij lokal asal Indonesia maka gembong yang akan kita bahas ini adalah gembong Neo-Khawarij berskala Internasional yang berkedudukan di Aljazair dan Jazirah Arab. Yakni Partai FIS, Muhammad Surur Zainul Abidin dan Abdurrahman Abdul Khaliq.
Pembahasan diambil dari buku “Mereka Adalah Teroris” karya Al Ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh hafizahullohu. Beliau menguraikan secara ringkas namun padat tentang ketiganya dan membandingkannya dengan aktivitas dari gembong utama teroris Indonesia pelaku peledakan Bom Bali 2002, Imam Samudra. Karena buku tersebut memang ditujukan untuk membantah karya tulis dari Imam Samudra berjudul “Aku Melawan Teroris”. Beliau dalam uraiannya menyebut bahwa Imam Samudra hanya mengikuti ‘senior-senior’-nya dalam menyikapi para ulama sunnah di zaman ini. 

Partai FIS Aljazair.
Para aktivis FIS di Aljazair menyebut Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dan Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin tidak lebih adalah antek-antek Amerika! Fatwa-fatwa beliau tidak terlepas dari masalah haidh dan nifas. Hanya Alloh sajalah yang Maha Mengetahui hujatan dan cacian yang mereka lontarkan terhadap kedua Syaikh tersebut, khususnya dalam menanggapi krisis Teluk. Tokoh mereka dalam hal ini adalah ‘Abbas Madani yang sangat membenci kedua Syaikh ini. Demikian juga Ali bin Haj yang menyembunyikan kebenciannya dan berkamuflase! Adapun Muhammad Sa’id Al Wunnas dan rekan-rekannya dari kalangan Jaz’ariyyun menganggap kedua Syaikh ini tak lebih dari dua orang yang tidak pernah berjihad, keduanya hidup di abad pertengahan sebagaimana disebutkan Muhammad Al Ghazali ketika menghujat kedua syaikh ini!
Muhammad Surur Zainal ‘Abidin.
Lebih berani lagi melecehkan ulama adalah dedengkot mereka (neo-khawarij –red) yang bernama Muhammad Surur Zainal ‘Abidin, yang dia gerah hidup di negeri Islam bersama-sama kaum Muslimin dan lebih memilih ‘hijrah’ ke negeri kafir Inggris dan hidup bersama-sama orang-orang kafir, dia berkata tentang para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di Biladil Haram (yaitu Saudi Arabia):
“Dan jenis lain adalah orang-orang yang berbuat tanpa ada rasa takut, yang selalu menyesuaikan sikap-sikapnya dengan sikap para tuannya (pemerintah Saudi)….. Ketika pada tuan ini meminta bantuan (pasukan) dari Amerika (untuk menghadapi Saddam Husein yang sosialis), dengan sigap para budak tersebut (para ulama) mempersiapkan dalil-dalil yang membolehkan perbuatan itu, dan ketika para tuan tersebut berseteru dengan negeri Iran yang Rafidhah, serta merta para budak tersebut menyebutkan kejelekan-kejelekan Rafidhah….”
(Majalah As Sunnah, edisi 23 hal. 29-30).
Dan juga berkata tentang para ulama tersbeut:
“Perbudakan di masa lalu cukup sederhana, karena si budak hanya mempunyai tuan (secara langsung). Adapun hari ini, perbudakan cukup rumit, dan rasa heranku tak pernah sirna terhadap orang-orang yang berbicara tentang tauhid namun mereka para budak dari budaknya budak, yang budak ini juga budaknya sang budak. Tuan mereka yang terakhir adalah seorang nashrani. [1] “
(Majalah As Sunnah, edisi 26) [2].
Abdurrahman Abdul Khaliq.
Dan tidak kalah berani dalam mencaci para ulama dalah Abdurrahman Abdul Khaliq yang mengatakan:
“Kita dapati misalnya sebagian orang yang menamakan dirinya salafy atau salafiyyin. Mereka tidak mengerti aqidah salaf kecuali hanya permasalahan-permasalahan yang terjadi pada enam, tujuh atau sepuluh abad yang lalu. Bagaimana problematika (masa kini) akan diselesaikan, sementara mereka hanya seorang salafy yang mendasarkan sikapnya dengan taqlid, bukan dengan ijtihad. Misalnya tentang permasalahan bahwa Al Qur’an adalah makhluk, bagaimana cara membantah orang yang berpendapat demikian….dst, sementara kita sedang menghadapi problema-problema baru…..sementara permasalahan Al Qur’an makhluk telah berlalu.”
(Kaset “Madrasah Salafiyyah”, lihat Jama’ah Wahidah oleh Asy Syaikh Rabi’ hal. 21).
Dalam bukunya yang berjudul Khuthuth Raisiyyah, ‘Abdurrahman mengatakan:
“…..dan pada hari ini, sayang sekali, kita memiliki syaikh-syaikh yang hanya mengerti qusyur (kulit) Islam yang setingkat dengan masa-masa lalu…..”
(Jama’ah Wahidah, Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali, hal. 40)
Kemudian dia juga melecehkan dengan penuh penghinaan seorang mufassir besar abad ini, Asy Syaikh Muhammad Amin Asy Syinqithi rohimahullohu, katanya:
“Sesungguhnya di mataku tidak ada orang yang lebih alim darinya tentang Kitabulloh. Dia adalah perpustakaan yang berjalan, tetapi sayang dia adalah ‘cetakan lama’ yang perlu untuk dikoreksi dan direvisi. Inilah salah satu contoh dari puluhan ulama yang mengajar ilmu-ilmu syari’at setingkat itu, sementara mereka berada dalam keadaan bodoh tentang kehidupan dan berilmu dengan ilmu agama. ”
Kaitan Ketiganya dengan DI/TII.
Adapun keterkaitan ketiga tokoh/organisasi yang telah diuraikan secara singkat dan jelas oleh Al Ustadz Luqman bin Muhammad Ba’abduh hafizahullohu dengan pembahasan-pembahasan kita sebelumnya adalah kesamaan ketiganya dengan tokoh dan organisasi DI/TII bahwa mereka adalah gembong Neo-Khawarij dan berpaham takfir. Gemar melecehkan ulama dan menabuh genderang perang dengan penguasa Muslim. Zhahirnya kita belum pernah mendapati bahwa tokoh utama DI/TII, SM.Kartosuwirjo maupun tokoh-tokoh lain semacam Daud Bereuh, Amir Fatah dan Qahhar Muzakar menghinakan para ulama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Tetapi para penerus mereka seperti Imam Samudra dkk lah yang menggabungkan dua perkara yang pada akhirnya menjadi senjata dan ciri khas Neo-Khawarij di masa sekarang ini yaitu menghujat, mencela dan menghinakan para ulama serta menabuh genderang perang terhadap amirul mukminin (setelah sebelumnya dikafirkan tentunya).
Wallohu A’lam bi Showab.
Referensi:
  • Luqman bin Muhammad Ba’abduh. 2005. Mereka Adalah Teroris! Bantahan terhadap Buku Aku Melawan Teroris Karya Imam Samudra. Pustaka Qaulan Sadida – Malang.

____________________________

[1]. Maksud dia adalah bahwa para ulama itu adalah budak-budaknya Pemerintah Saudi. Pemerintah Saudi adalah budaknya Fahd. Fahd adalah budaknya George Bush yang Nashrani. Sementara Bush ini sebenarnya juga adalah budaknya Yahudi.


[2]. LIhat kitab Al Quthubiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hal. 89.

    >10 Bekal Menuntut Ilmu (5): Kecerdasan

    Leave a comment

    >

    Kajian ini diambil dari buku “Bekal Bagi Penuntut Ilmu” karya 3 ulama, yakni Asy Syaikh Abdullah bin Shalfiq Adh-Dhafiri, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dan Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rohimahullohu. Pada bagian pertama kita akan membahas “10 Bekal Menuntut Ilmu” yang ditulis oleh Asy Syaikh Abdullah bin Shalfiq Adh Dhafiri hafizahullohu. Tulisan beliau ini diberi pengantar oleh Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi hafizahullohu.
    Insya Alloh kita akan terlebih dahulu membahas point ke-5 dari 10 Bekal Menuntut ilmu yaitu Hati yaitu Kecerdasan.
    Kecerdasan yang ada pada diri seseorang terkadang memang sudah sebagai perangai yang Alloh berikan kepadanya dan terkadang ada karena diusahakan. Bagi orang yang sudah memiliki kecerdasan maka tinggal menguatkannya, namun apabila belum punya hendaknya ia melatih jiwanya untuk berusaha mendapatkan kecerdasan tersebut. Kecerdasan adalah sebab diantara sebab-sebab yang paling kuat membantu seseorang menggapai ilmu, memahami dan menghafalnya, memilah-milah permasalahan, menggabungkan dalil-dalil yang kelihatannya bertentangan dan yang selain dari hal itu. 
    Pelajaran yang bisa kita ambil dari pembahasan yang amat singkat ini adalah:
    • Kecerdasan adalah sebab seseorang mendapatkan kemudahan untuk menelaah, menghafal dan mengkaji sebuah ilmu. 
    • Hendaknya kita berusaha untuk menggapai kecerdasan tersebut agar kita dimudahkan untuk dapat memahami satu persoalan maupun pembahasan ilmu. 

    Wallohu A’lam bi Showab. 

    >Kesempatan Yang Sering Disia-siakan oleh Penuntut Ilmu (2): Sibuk Dengan Urusan yang Tak Terlalu Penting

    Leave a comment

    >

    Orang yang sibuk dengan perkara yang tak begitu penting, dan orang yang apabila membaca satu jam saja sudah merasa puas, maka ia akan menggunakan banyak waktu luangnya untuk bersantai-santai saja. Ada yang mengatakan bahwa bersantai-santai itu tidak perlu. Bukan begitu. Santai itu perlu, tapi harus diukur. Sebagian orang, apabila  membaca satu jam sudah merasa puas, atau apabila sudah hafal satu atau dua ayat, satu atau dua hadits dalam satu hari, ia sudah merasa cukup. Ia beralasan, khawatir akan memberatkan diri. Benar manusia itu memang berbeda-beda. Tapi jika anda memiliki kemampuan, janganlah anda menghalangi diri anda untuk melakukan sesuatu dan memanfaatkan waktu. Sesungguhnya umur kita sangat pendek dan ilmu itu sangat luas. 
    Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu al Qayyim dan ulama lainnya, di antara bisikan syaithan apabila seseorang merasa puas dengan mendapatkan sedikit pengetahuan dari apa yang ia baca. Syaithan masuk kepadanya melalui sebuah pintu masuk dengan berkata, “Kamu lebih baik daripada orang lain. Karenanya, bersantai-santailah.” Akibatnya waktu yang ia gunakan untuk santai lebih banyak daripada waktu yang ia manfaatkan. 
    Anda telah membaca sejumlah riwayat tentang kesungguhan Salaf Ash Shalih (generasi terdahulu yang baik) untuk tidak menyia-nyiakan waktu mereka, walaupun hanya sesaat. Tapi ketika melihat perpustakaan, sebagian kita merasa heran karena melihat buku yang amat banyak tetapi pemiliknya enggan membaca. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullohu mempunyai perkataan yang amat indah ketika seseorang bertanya kepadanya tentang buku apa yang paling penting untuk dibaca oleh seorang penuntut ilmu, buku dan kitab tafsir apa yang sebaiknya ia mulai baca. Diantara penjelasan Syaikhul Islam ini ada perkataan yang perlu kita hayati dan camkan. Sebab, sebagian kita ada yang hanya suka membeli buku dan mengumpulkannya. Bahkan ia banyak mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan cetakan terbaru yang telah diteliti (ditahqiq) dan dijilid rapi. 

    Syaikhul Islam berkata:
    “Umat ini telah menguasai berbagai bidang ilmu dengan baik. Orang yang hatinya diberi cahaya oleh Alloh maka ia akan diberi petunjuk dengan apa yang telah ia kuasai dari ilmu tersebut. Dan orang yang dibutakan oleh Alloh, tidaklah buku-buku yang ia miliki, kecuali menjadikan dirimya semakin bingung dan tersesat.”
    (Majmu’ah ar-Rasail Al Kubra, I/239)
    Ketika menceritakan biografi Utsman bin Sa’id ad-Darimi, Imam Adz Dzahabi menyebutkan:
    “Sesungguhnya ilmu bukanlah banyaknya riwayat. Tapi ilmu adalah cahaya yang dipancarkan oleh Alloh ke dalam hati. Dan syarat mendapatkannya ialah dengan ittiba’ (mengikuti sunnah Nabi) dan meninggalkan hawa nafsu serta bid’ah.”
    (Siyar A’lam An Nubala’, XIII/323)
    Kami menyebutkan kedua riwayat ini karena salah seorang dari kita jika memperhatikan buku-buku yang dimilikinya maka ia akan mengetahui bahwa Alloh akan meminta pertanggung jawaban atas buku-buku tersebut. Ia akan mencelakakan dirinya jika menyia-nyiakannya. Jika kita mau mengatur dan menjaga waktu dari berbagai kesibukan agar selalu bermanfaat lalu mengatur waktu dari berbagai kesibukan agar selalu bermanfaat lalu mengatur waktu untuk membaca dan menghafal, niscaya kita akan mendapatkan kelezatan dan manisnya ilmu. Kita akan merasa rindu untuk memperbanyak membaca dan membahas. 
    Ibnu Abi Hatim berkata: 
    “Aku mendengar al-Muzani berkata, ‘Pernah ditanyakan kepada Imam asy-Syafi’i, “Bagaimana kecintaan anda terhadap ilmu?” 
    Ia menjawab, “Aku mendengar satu huruf yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Aku ingin seluruh anggota tubuhku memiliki pendengaran yang dapat digunakan (untuk mendengarnya) sebagaimana telinga ini menggunakannya.”
    Ia ditanya lagi, “Bagaimana kesungguhan anda terhadap ilmu?” Ia menjawab, “Ibarat seorang ibu yang sedang mencari anaknya yang hilang dan ia tidak memiliki anak kecuali anak tersebut.”
    (Adab Asy Syafi’i wa Manaqibuhu, ar-Razi, hlm. 22)

    >Kesempatan Yang Sering Disia-siakan oleh Penuntut Ilmu: (1). Banyak Berkunjung

    Leave a comment

    >

    Dalam berkunjung manusia ada yang bersikap berlebih-lebihan dan ada yang sangat menyepelekannya. Banyak berkunjung dan berkumpul adalah tali pengikat dan penguat rasa kasih sayang dan persaudaraan. Selain itu, ia juga menambah keimanan seorang hamba ketika ia dekat dengan saudara-saudaranya. Tapi apabila sebuah perkumpulan itu tidak dimanfaatkan untuk menambah ilmu atau untuk saling menasihati, maka pada beberapa kesempatan kita diwajibkan meninggalkannya, 
    Jika anda perhatikan, ada orang yang baik pagi maupun sore selalu berkumpul dengan orang lain. Bahkan diantara manusia ada yang setiap hari berpindah-pindah dari dua atau tiga orang untuk berkumpul. Kami yakin sebagian kita mendengar tentang adanya orang yang berkumpul dengan teman-temannya dua atau tiga kali setiap hari. Kegiatan berkumpul ini telah menjadi bagian dari hidupnya. Kepada orang-orang yang seperti ini kami katakan, seandainya kita mengambil bilangan yang terkecil, berkumpul selama satu jam misalnya, kemudian dalam satu harinya kita berkumpul satu atau dua kali. Katakanlah kepada mereka, minimal dalam satu minggu kalian akan melakukannya tujuh jam. Seandainya anda ambil separuhnya dan kalian pergunakan untuk membaca, niscaya kalian akan mendapatkan banyak pengetahuan. Lalu kalian pun akan bersyukur kepada Alloh. 

    Sebagian saudara kita, keadaan dirinya sangat bertentangan. Anda melihatnya keluar dari rumahnya. Jika anda mendengar pertanyaan-pertanyaannya sangat mengherankan. Ia memiliki banyak buku, tetapi jika anda mendengar pertanyaannya sungguh sangat mengherankan. Anda jadi tahu bahwa ia tidak biasa membuka buku-bukunya, bahkan bisa jadi ia tidak mengetahui nama-nama pengarangnya. Banyak berkunjung inilah yang banyak menyita waktu merupakan penyebab utama kebodohan tersebut, kecuali bagi orang yang dirahmati Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.

    Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya yang sangat berharga berjudul al-Fawaid menjelaskan tentang berkumpul bersama teman-teman. Ia memiliki perkataan yang sangat bagus, 
    “Berkumpul bersama teman itu terbagi dua: salah satunya adalah berkumpul bersama mereka untuk saling bekerja sama dalam berusaha menuju keberhasilan hidup untuk saling menasihati tentang kebenaran dan kesabaran. Hal ini termasuk perbuatan yang paling mulia dan bermanfaat. Tapi dalam hal ini ada tiga bahaya: Saling berbasa-basi, berbicara dan berkumpul dengan mereka lebih dari keperluan. Hal itu akan menjadi sebuah kecenderungan hati dan suatu kebiasaan, sehingga menghalanginya dati tujuan utamanya…”
    (Al Fawaid, hlm.51).
    Anda dapat membuktikan perkataan ini jika anda memperhatikan perkumpulan-perkumpulan yang dilakukan oleh sebagian saudara kita bersama teman-temannya. Demi Alloh, seandainya sebagian kita mendatangi sebuah perkumpulan, kemudian kembali dan menghitung waktu yang telah ia habiskan untuk duduk-duduk bersama mereka, maka ia akan mengetahui bahwa ia telah duduk kurang lebih satu atau dua jam, bahkan bisa lebih. Sebagian perkumpulan ada yang dilakukan hingga larut malam. Seandainya waktu perkumpulan itu anda pergunakan untuk membaca dengan saksama, niscaya anda akan mendapatkan banyak pengetahuan. Anda pun akan menggigit jari dengan penuh penyesalah karena telah menyia-nyiakan waktu dan hari yang telah berlalu dari usia anda. 
    Sumber: Bimbingan Menuntut Ilmu: Tahapan, Adab, Motivasi, Hambatan, Solusi. Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan. Pustaka At Tazkia – Jakarta.

    Newer Entries