>Hakikat Seorang Mukmin dan Mukminah

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu
3076_1143182139341_1221117448_422297_6155155_n
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan az-zuur.”
Maksudnya adalah tidak menghadirinya. Az Zuur adalah kebatilan dan kemungkaran dari segala bentuk kemaksiatan maupun kekufuran. Mereka tidak menyaksikan (menghadiri)-nya. Bahkan mereka mengingkari dan memeranginya.
وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan apabila mereka melewati perbuatan yang sia-sia, mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqan: 72).

 Mereka berpaling darinya sebagaimana di dalam ayat yang lain:
وَإِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ أَعْرَضُوا عَنْهُ وَقَالُوا لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ سَلامٌ عَلَيْكُمْ
“Dan apabila mereka mendengar perkara yang sia-sia, mereka berpaling darinya dan mengatakan: Bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian amal-amal kalian.” (QS. Al Qashash: 55).
وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Robb mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang yang tuli dan buta.” (QS. Al Furqan: 73)
Bahkan mereka menghadapinya dengan penuh kekusyu’an, sikap penerimaan atasnya dan pengagungan kepada Alloh. Demikianlah seorang mukmin dan mukminah. Apabila mereka diberi peringatan dengan ayat-ayat Alloh, mereka khusyu’ terhadap yang demikian, menjadi lembut hati-hati mereka, mereka mengagungkan Robb mereka, menangis karena rasa takut kepada-Nya, mengharapkan pahala-Nya dan takut akan siksa-Nya. 
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Kewajiban Atas Ahli Islam

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu.
Maka menjadi kewajiban atas ahlul Islam untuk menerangkan Kitabulloh yaitu Al Qur’an serta mencernanya. Dan juga mempelajari sunnah Rosul-Nya dan istiqomah di atas keduanya. Di dalam Kitabulloh dan sunnah Rosul-Nya terdapat penjelasan tentang segenap perintah dan larangan yang datang dengan Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Dan di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang akhlaq kaum mukminin dan mukminat, sifat-sifat serta amalan-amalan mereka. Barangsiapa memperhatikan kitabulloh dan mencernanya, niscaya dia akan menemukan yang demikian. Dan barangsiapa memperhatikan sunnah, yaitu sirah Ar Rosul Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dan hadits-haditsnya, niscaya diapun akan mendapati dan mengetahui yang demikian. 
Termasuk darinya adalah apa yang dijelaskan oleh Alloh Ta’ala di akhir-akhir ayat surat Al Furqan ketika Dia berfirman:
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًاوَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan hamba-hamba Ar Rahman adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang-orang yang melalui malam hari dengan sujud dan berdiri untuk Robb mereka. Dan orang-orang yang berkata, “Wahai Robb kami, jauhkan adzab Jahannam dari kami, sesungguhnya adzabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.” Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan) itu ditengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyeru sesembahan yang lain beserta Alloh dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Alloh kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa.” (QS. Al Furqan: 63-68).

 Yakni barangsiapa yang menyekutukan Alloh atau membunuh jiwa tanpa alasan yang benar atau berzina niscaya dia akan mendapat “ أَثَامًا ” yaitu “adzab yang besar.” Ditafsirkan oleh Alloh dengan firman-Nya:
يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا
“Akan dilipat gandakan adzab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina.” (QS. Al Furqan: 69).  Yakni di dalam adzab. 
إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal sholih, maka Alloh menggantikan kejelekan-kejelekan mereka dengan kebaikan-kebaikan. Dan adalah Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang yang bertaubat dan mengerjakan amal sholih, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Alloh dengan taubat yang sebenar.benarnya.” (QS. Al Furqan: 70-71). 
Semua ini termasuk akhlaq ahlul iman dari kalangan laki-laki dan wanita. 
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Ash-Shiratul Mustaqim (Jalan Yang Lurus)

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu
jembatan-penang
Dan Alloh mengajari mereka di dalam surat Al Fatihah yaitu agar mereka meminta kepada Alloh hidayah ke jalan yang lurus, yakni agama-Nya yang datang dengannya Nabi-Nya Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu al-islam, al-iman, al-huda (petunjuk), at-taqwa (ketaqwaan) dan ash-sholah (kebahagiaan/kebaikan). Alloh Ta’ala berfirman:
ِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Segala puji bagi Alloh Robb semesta alam. Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Yang Menguasai hari pembalasan. Hanya Kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS. Al Fatihah: 1-4).
Ini semua adalah pujian atas Alloh dan bentuk pengarahan-Nya bagi segenap hamba agar mereka mengakui bahwa Dia adalah tempat meminta pertolongan dalam segala perkara. Kemudian Alloh mengajari mereka agar mengucapkan setelah itu:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.”

Ketika mereka memuji Alloh, mengakui bahwa mereka adalah hamba-hamba-Nya dan bahwa Alloh adalah tempat meminta pertolongan satu-satunya, Alloh mengajari mereka untuk mengucapkan:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka, bukan (jalannya) orang-orang yang dilaknat dan bukan pula (jalannya) orang-orang yang sesat.”
Ash-Shirathul Mustaqim (jalan yang lurus) adalah agama-Nya, dan ia Islam, iman, ilmu yang bermanfaat serta amal sholih. Ia adalah jalan orang-orang yang diberi nikmat atas mereka dari kalangan ahli ilmu dan amal, yaitu para sahabat Nabi dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan kebaikan serta yang mendahului mereka dari para Rosul berikut pengikut-pengikutnya. 
Inilah jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Alloh beri nikmat atas mereka, yaitu orang-orang yang mengetahui al-haq (kebenaran) dan beramal dengannya sebagaimana firman Alloh Ta’ala:
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا
“Dan barangsiapa yang mentaati Alloh dan Rosul, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh atas mereka, yaitu Para Nabi, para shiddiqun, para syuhada’ dan orang-orang sholih. Dan mereka itu adalah sebaik-baik teman.” (QS. An Nisaa’: 69).
Jalan yang lurus adalah jalan mereka yaitu para Rosul dan para pengikut mereka khususnya Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dan para sahabat yang mulia. Sesungguhnya kita diperintahkan untuk mengikuti beliau, berjalan di atas manhaj (metode, pemahaman) beliau dan menempuh apa yang telah dilalui oleh para sahabat beliau dari ilmu dan amal. Sebagaimana firman Alloh: 
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) di antara Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah: 100). 
Maka jalan ini adalah Dienulloh (agama Alloh), yaitu apa yang dengannya Alloh mengutus Nabi-Nya Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dari ilmu dan amal –dari ilmu yang bermanfaat dan amal sholih, yakni Alhuda dan Dienul Haq yang dengannya Alloh mengutus Nabi-Nya Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, dan ia adalah apa yang telah dijelaskan oleh Alloh di dalam kitab-Nya. Ash Shirathul ‘Azhim (jalan yang agung) ini adalah penunaian segala perintah dan meninggalkan segala larangan yang Alloh Ta’ala telah menerangkannya di dalam kitab-Nya yang agung dan juga melalui lisan Rosul-Nya Al Amin (yang terpercaya) Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam.  
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Inilah Ibadah

Leave a comment

>

oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu.
Kabahdoor_6
Inilah keadaan agama yang agung dari Nabi yang mulia ini –semoga shalawat dan salam yang paling utama dari Rabb-nya tercurah atasnya. Alloh mengutus beliau sebagai rahmat bagi semesta alam bagi kalangan jin dan manusia, lelaki dan perempuan, maupun Arab dan non-Arab. Hingga binatang-binatang sekalipun, Alloh merahmatinya dengan diutusnya beliau, karena Dia mewasiatkan agar berbuat baik kepada binatang, serta bersikap ramah dan ihsan kepadanya.
Alloh Ta’ala telah menjelaskan bahwasannya Dia menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Alloh berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56).
Maknanya, “Kecuali agar mereka mengikhlaskan ibadah bagi-Ku, mengesakan Aku dengan ibadah tersebut, mentaati perintah-Ku dan meninggalkan larangan-Ku.” Inilah ibadah, yaitu mentaati perintah-perintah Alloh dan meninggalkan larangan-larangan-Nya yang bersumber dari keikhlasan bagi-Nya, iman kepada-Nya dan kepada rosul-Nya, rasa takut dan harapan, sikap pembenaran terhadap berita-berita-Nya dan berita-berita Rosul-Nya, serta berhenti pada batasan-batasan-Nya. Alloh telah memerintahkan dengan yang demikian. Dia berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai manusia, sembahlah Robb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertaqwa. ” (QS. Al Baqarah: 21).

Perintah ini berlaku umum, mencakup kalangan lelaki dan perempuan, jin dan manusia serta Arab dan non-Arab. Dan Alloh juga berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Dan sembahlah Alloh saja dan janganlah menyekutukan dengan-Nya sesuatupun.” (QS. An Nisaa’: 36).
Dan Firman-Nya:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ
“Dan Robb-mu telah memerintahkan agar janganlah kalian menyembah kecuali hanya kepada-Nya.” (QS. Al Israa’: 23). 
Dan juga Firman-Nya:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diwasiatkan Alloh kepada kalian agar kalian bertaqwa.” (QS. Al An’aam: 153).
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Alloh Mengutus Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dengan Al Huda (Petunjuk) dan Dienul Haq (Agama Kebenaran)

Leave a comment

>

oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu
normal_MN_116
Sesungguhnya Alloh Ta’ala telah mengutus Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dengan Al Huda (petujuk) dan Dienul Haq (agama kebenaran). Al Huda adalah kabar/berita yang benar serta ilmu yang bermanfaat, dan Dienul Haq adalah rangkaian syari’at secara hukum-kumum yang datang dengannya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Alloh berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dia lah yang mengutus Rosul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik benci.” (QS. Ash Shaff: 9).
Alloh Ta’ala telah mengutus beliau pada kalangan jin dan manusia. Arab maupun ‘Ajam (non Arab), lelaki maupun perempuan. Alloh Ta’ala mengutus beliau untuk mengajari manusia tentang agama dan memahamkan mereka akan agama mereka, menjelaskan kepada mereka sebab-sebab keselamatan serta memperingatkan mereka dari sebab-sebab kebinasaan. Alloh mengutus beliau dengan agama Islam.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Alloh hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 19).

Alloh mengutus beliau dengan Al Huda dan Dienul Haq, yakni dengan berita-berita yang benar, ilmu-ilmu yang bermanfaat, syari’at-syari’at yang lurus dan hukum-hukum yang adil. Alloh mengutus beliau untuk menyeru kepada setiap kebaikan dan melarang dari setiap kejelekan. Alloh mengutus beliau untuk menyeru kepada akhlaq-akhlaq yang mulia serta mencegah dari akhlaq-akhlaq yang buruk serta amalan-amalan yang jelek.
Alloh Ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Tidaklah Kami mengutus engkau, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiya’: 107).
Dan Dia juga berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Katakanlah: Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepada kalian semua, yaitu Alloh Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kalian kepada Alloh dan Rosul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Alloh dan kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia supaya kalian mendapat petunjuk.” (QS. Al A’raf: 158).
Dan Dia juga berfirman pada ayat sebelumnya:
فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, mendukungnya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al A’raf: 157).
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Hadits 5 Arba’in An Nawawiyyah: Kemungkaran dan Kebid’ahan

Leave a comment

>

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ.   [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]
Dari Ummul Mukminin Ummu ‘Abdillah ‘Aisyah rodhiyallohu anha, dia berkata, “Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan Kami ini perkara yang tidak ada asalnya, maka hal itu tertolak.” [1]
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim, “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka amalan itu tertolak.” [2]
Tentang hadits ini para ulama mengatakan, “Hadits ini merupakan timbangan amalan-amalan yang zhahir (nampak), sedangkan hadits Umar yang telah disebutkan di awal buku ini, yakni, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung dari niatnya.” Adalah timbangan amalan yang batin, karena setiap amalan memiliki niat dan bentuk. Bentuk inilah yang disebut dengan amalan zhahir, sedangkan niat adalah amalan yang sifatnya batin. 

Hadits ini mengandung beberapa faidah:
  1. Orang yang mengada-adakan dalam urusan ini –yakni Islam- perkara-perkara yang tidak ada asalnya, maka amalan itu tertolak, walaupun pelakunya memiliki niatan yang baik. Berdasarkan prinsip ini, maka seluruh bid’ah adalah tertolak dari pelakunya kendati ia memiliki niatan yang baik.
  2. Barangsiapa mengerjakan suatu amalan sekalipun pada asalnya disyari’atkan, akan tetapi amalan tersebut tidak dilakukan sesuai dengan cara-cara yang telah diperintahkan, maka amalan itu tertolak, berdasarkan riwayat kedua yang telah diriwayatkan oleh Muslim di atas.
Atas dasar ini, maka barangsiapa melakukan jual beli dengan cara yang diharamkan, maka jual beli tersebut batil dan barangsiapa yang melakukan sholat sunnah pada waktu yang terlarang tanpa adanya suatu sebab, maka sholatnya batil. Dan barangsiapa berpuasa pada hari raya (‘Idul Fitri/’Idul Adha), maka puasanya batil. Demikianlah seterusnya. Karena semua amalan tersebut tidak sesuai dengan perintah Alloh dan rosul-Nya, sehingga amalan tersebut tertolak. 
Diambil dari Syarah Al Arba’in An Nawawiyyah karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin. Pustaka Ar Rayyan – Kartasura.
_____________________
[1]. Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam Ash-Shulh/2697/Fath. Dan di dalam Al Aqdliyah/1718/17/Abdul Baqi.
[2]. Shahih dikeluarkan oleh Muslim di dalam Al Aqdliyah/1718/18/Abdul Baqi. Al Bukhari secara ta’liq 13/hal.329/Fath cetakan As Salafiyah.

>Hadits 4 Arba’in An Nawawiyyah: Amalan Tergantung Dari Akhirnya

Leave a comment

>

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ. فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا 
Dari Abu Abdirrahman Abdillah bin Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu, beliau berkata, “Kami diberitahu oleh Rosululloh dan beliau adalah seorang yang jujur lagi terpercaya – Beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya telah disempurnakan salah seorang dari kalian dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk sperma, kemudian dia menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Alloh mengutus kepadanya Malaikat, kemudian ditiupkan ruh kepadanya, lalu Malaikat tersebut diperintahkan untuk menulis empat perkara; untuk menulis rezekinya, ajalnya dan amalan serta nasibnya (setelah mati) apakah ia celaka atau bahagia. Demi Alloh yang tidak ada ilah yang berhak di ibadahi selain Dia. Sesungguhnya salah seorang dari kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli Surga, sehingga jarak antara dirinya dengan Surga hanya satu hasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli Neraka, sehingga dia memasukinya. Dan salah seorang di antara kalian benar-benar beramal dengan amalan ahli Neraka, hingga jarak antara dirinya dengan Neraka hanya sehasta, lalu dia didahului oleh catatan takdirnya, sehingga dia beramal dengan amalan ahli Surga hingga dia memasukinya.” [1]
(HR. Bukhari dan Muslim).
Ini adalah hadits ke-4 dari hadits Arba’in Nawawi. Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang proses penciptaan manusia di dalam perut ibunya dan penulisan ajal, rezeki dan lain-lainnya. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bercerita kepada kami dan beliau adalah orang yang jujur lagi terpercaya, yakni jujur dalam ucapannya, terpercaya dalam menyampaikan apa yang telah diwahyukan kepadanya.” Abdullah bin Mas’ud memberikan pendahuluan seperti ini, karena perkara ini adalah di antara perkara yang ghaib yang tidak dapat diketahui kecuali dengan perantaraan wahyu. Beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian di sempurnakan penciptaannya di dalam perut ibunya selama 40 hari…..dan seterusnya.”
Hadits ini mengandung beberapa faidah:
1. Penjelasan tentang proses penciptaan manusia di dalam perut ibunya. Dan ia mengalami empat periodenisasi. (yang pertama) Periode Nuthfah (dalam bentuk sperma) selama empat puluh hari. (Kedua) Periode ‘Alaqah (gumpalan darah) selama empat puluh hari. (Ketiga) periode Mudhghah (gumpalan daging) selama 40 hari. (Keempat) Periode terakhir, adalah setelah ditiupnya ruh ke dalam tubuh janin. Janin mengalami proses perkembangan dalam perut ibunya dalam tahap perkembangan seperti ini.
2. Sebelum berumur empat bulan janin belum dapat dihukumi sebagai manusia yang hidup. Atas dasar ini, jika bayi itu keluar sebelum kandungan itu genap berumur empat bulan, maka ia tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak pula disholatkan, karena ia belum dapat disebut sebagai seorang manusia.
3. Setelah kandungan berusia empat bulan, ditiupkan ruh padanya. Maka (setelah itu) ia telah positif dihukumi sebagai manusia yang hidup. Jadi, jika setelah itu –kandungan itu keluar, maka ia dimandikan, dikafani dan disholatkan. Sebagaimana jika janin itu telah genap berusia sembilan bulan.
4. Adanya Malaikat yang diberi tugas untuk mengurusi rahim (kandungan). Berdasarkan sabda beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, “Maka diutuslah Malaikat kepadanya,” yakni Malaikat yang diberi tugas untuk mengurusi rahim.
5. Keadaan manusia telah ditakdirkan ketika ia berada di dalam perut ibunya, yakni telah ditakdirkan rezekinya, amalannya, ajalnya dan apakah dia celaka ataukah bahagia.
6. Penjelasan tentang hikmah Alloh, bahwa segala sesuatu di sisinya (ditetapkan) dengan batas waktu tertentu dengan takdir, tidak dapat didahulukan, maupun diakhirkan.
7. Setiap orang wajib merasa takut dan cemas, karena Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam telah mengabarkan, “Bahwa seseorang beramal dengan amalan ahli Surga hingga jarak antara dirinya dan Surga hanya sehasta, lalu ia didahului oleh kitab (takdir), sehingga ia beramal dengan amalan ahli Neraka, sehingga ia memasukinya.”
8. Seorang manusia tidak sepantasnya berputus asa, karena bisa jadi seseorang melakukan kemaksiatan dalam waktu yang lama kemudian Alloh memberikan hidayah kepadanya, sehingga ia bisa mendapatkan petunjuk di akhir hayatnya. Jika ada orang yang bertanya, “Sesungguhnya Alloh membiarkan orang yang telah beramal dengan amalan ahli Surga, sampai jarak antara dirinya dan Surga hanya sehasta, lalu ia didahului oleh catatan takdir, sehingga ia beramal dengan amalan ahli Neraka? Apakah hikmah dibalik itu?”
Jawab, “Sesungguhnya hikmah dalam hal ini adalah orang yang beramal dengan amalan ahli Surga ini [2] , dia beramal dengan amalan Surga dalam hal-hal yang nampak di hadapan manusia, akan tetapi pada hakikatnya ia memiliki maksud yang busuk dan niatan yang rusak. Lalu niatan yang rusak itu mendominasi dirinya, sehingga ia meninggal dunia dalam keadaan su’ul khotimah (kematian yang jelek). Kita berlindung kepada Alloh dari hal itu. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan sabda beliau, “Hingga jarak antara dia dan Surga hanya sejengkal,” yakni kedekatan ajalnya, bukan kedekatannya pada surga dengan amalannya. 
Diambil dari Syarah Al Arba’in An Nawawiyyah karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin. Pustaka Ar Rayyan – Kartasura.
_____________________
[1]. Dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam Bid’ul Khalqi/2208/Fath; Muslim di dalam Al-Qadar/2643/Abdul Baqi.
[2]. Pensyarah (Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rohimahullohu) mengatakan, “Telah ada hadits yang menerangkan akan hal itu. Telah dikeluarkan oleh al Bukhari dalam Al-Jihad/2898/Fath, Muslim di dalam Al-Iman/112/Abdul Baqi. “

>Hadits 3 Arba’in An Nawawiyyah: Rukun Islam

Leave a comment

>

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله وسلم يَقُوْلُ : بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامُ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءُ الزَّكَاةِ وَحَجُّ الْبَيْتِ وَصَوْمُ رَمَ
Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin Umar bin Al Khaththab rodhiyallohu ‘anhu, ia mengatakan, “Aku mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Islam itu dibangun di atas lima perkara persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Alloh dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, berhaji ke Makkah dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari dan Muslim). 
Di dalam hadits ini Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam menerangkan bahwa ISlam kedudukannya seperti sebuah bangunan yang menaungi dan melindungi orangnya dari dalam dan luar, dan beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan bahwasannya Islam itu dibangun di atas lima perkara:
  1. Persaksian bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Alloh, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya,
  2. Menegakkan Sholat,
  3. Mengeluarkan Zakat,
  4. Berpuasa di bulan Ramadhan, dan
  5. Berhaji ke Makkah,
dan telah berlalu pembahasan atas semua rukun-rukun yang lima ini di dalam hadits ‘Umar bin Al Khaththab sebelum ini (hadits Jibril –red) maka hendaklah merujuk kepadanya.
Pertanyaan:
Apa faidah dari pencantuman hadits ini sekali lagi padahal kandungan hadits ini telah disebutkan di dalam hadits ‘Umar bin Al Khaththab rodhiyallohu ‘anhu?
Jawab:
Disebabkan oleh pentingnya topik ini sehingga penyusun berkehendak untuk memberikan penjelasan terhadap masalah ini dari satu sisi dan di sisi yang lain bahwa di dalam hadits Abdullah bin ‘Umar ini terdapat penjelasan bahwa Islam itu dibangun di atas lima perkara, adapun hadits ‘Umar bin Al Khaththab tidak dengan susunan kalimat seperti ini walaupun lahiriyahnya memberikan faidah demikian, dikarenakan beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam telah bersabda:
“Islam itu mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah kecuali Alloh dan Muhammad adalah utusan Alloh….dst.”
Diambil dari Syarah Al Arba’in An Nawawiyyah karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin. Pustaka Ar Rayyan – Kartasura. 

>Hadits 2 Arba’in An Nawawiyyah: Penjelasan Tentang Islam, Iman dan Ihsan

Leave a comment

>

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ
Dari ‘Umar rodhiyallohu ‘anhu dia berkata,
“Pada suatu hari, ketika kami duduk bersama Rosululloh, tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan berambut hitam legam tidak terlihat padanya bekas-bekas perjalanan jauh, dan tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Hingga ia duduk di hadapan Nabi, lalu menyandarkan kedua lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya. Lalu ia berkata, “Ya Muhammad kabarkan kepadaku tentang Islam?” Maka Rosululloh bersabda, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Illah yang diibadahi dengan hak, kecuali Alloh, dan Muhammad adalah utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau berhaji ke Baitulloh, jika engkau mampu melakukannya. Orang itu berkata, “Engkau benar.” Dia (rowi) berkata, “Maka kamipun terheran-heran dengannya. Ia bertanya kepada Rosululloh, namun ia sendiri yang membenarkannya.” Lalu orang itu bertanya lagi, “Kabarkan kepadaku tentang Iman?” Beliau menjawab, “Engkau beriman kepada Alloh, Malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, dan hari akhir serta engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” Dia berkata, “Engkau benar.” Lalu ia berkata lagi, “Kabarkanlah kepadaku tentang Ihsan?” Rosululloh bersabda, “Engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatnya. Jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Dia berkata, “Kabarkan kepadaku tentang hari Kiamat?” Beliau bersabda, “Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui dari yang bertanya.” Dia berkata, “Kalau begitu kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya?” Beliau bersabda, “Ketika budak wanita melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang lagi miskin, para penggembala kambing serta berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.” Dia berkata, “Kemudian orang itu pergi. Lalu aku tidak bertemu (dengan Rosululloh) beberapa waktu. Kemudian Rosululloh berkata kepadaku, “Ya ‘Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.” Rosululloh bersabda, “Dia adalah Jibril, Dia datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kepada kalian.”
(HR. Muslim)

Dari hadits ini dapat dipetik banyak faidah, diantaranya adalah:
1. Di antara perilaku Nabi adalah bermajelis dengan para sahabatnya. Perilaku ini menunjukkan bagaimana baiknya budi pekerti beliau. Seorang manusia sepatutnya bergaul dengan sesamanya, dan bermajelis (dengan mereka) serta tidak mengucilkan diri dari mereka. 
2. Bergaul dengan sesama lebih baik daripada mengisolasi diri, selama ia tidak mengkhawatirkan agamanya, jika dia mengkhawatirkan agamanya, maka mengisolasi diri lebih baik, berdasarkan sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:
“Akan terjadi sebentar lagi, dimana sebaik-baik harta seseorang adalah kambing yang diikutinya, hingga puncak bukit dan tempat yang dicurahi hujan.”
(HR. Bukhari (Al Iman/19/Fath)).
3. Para malaikat bisa menjelma di hadapan manusia dalam sosok manusia, karena Jibril muncul di hadapan para sahabat dengan gambaran yang telah disebutkan dalam hadits ini (Lelaki yang berambut hitam legam, berpakaian sangat putih dan tidak terlihat padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun dari sahabat yang mengenalnya.
4. Baiknya etika seorang yang belajar di hadapan gurunya, dimana Jibril duduk di hadapan Nabi dengan cara duduk yang menunjukkan adab sopan santun, memasang telinganya, siap untuk menerima semua pelajaran yang akan disampaikan kepadanya, lalu dia menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut nabi, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.
5. Bolehnya memanggil Nabi dengan namanya berdasarkan ucapan Jibril, “Wahai Muhammad,” ini mengandung kemungkinan hal itu terucapkan sebelum adanyab larangan, yakni sebelum adanya larangan dari Alloh agar tidak memanggil seperti itu dalam Firman-Nya:
لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rosul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). ” (QS. An Nuur: 65)
Menurut salah satu penafsiran dari ayat ini, atau bisa juga mengandung kemungkinan bahwa panggilan seperti itu sudah menjadi kebiasaan orang arab badui yang datang kepada rosul, sehingga mereka memanggil dengan beliau dengan namanya, “Ya Muhammad,” dan inilah yang lebih dekat dengan kebenaran. Karena kemungkinan yang pertama butuh pada (pembuktian) sejarah.
6. Seorang boleh bertanya tentang sesuatu yang telah diketahui dalam rangka memberikan pelajaran kepada orang yang belum mengetahui, karena Jibril telah mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, berdasarkan ucapannya dalam hadits, “Engkau benar,” akan tetapi jika si penanya bermaksud agar orang yang berada di sekitar orang yang menjawab tersebut dapat mengambil pelajaran, maka yang seperti itu dapat dianggap memberikan pelajaran kepada mereka.
7. Orang yang menjadi sebab dapat dihukumi sama dengan orang yang melakukan perbuatan tersebut secara langsung, jika perbuatan itu dilandasi oleh suatu sebab. Berdasarkan sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, “Dia adalah Jibril, Dia datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kepada kalian.” Padahal orang yang memberikan pengajaran secara langsung (kepada para sahabat) adalah Rosululloh. Akan tetapi karena Jibril dengan pertanyaan yang ia lontarkan itu, maka Rosululloh menganggapnya sebagai orang yang memberikan pengajaran (kepada mereka).
8. Penjelasan bahwa rukun Islam ada lima, karena Nabi menjawab dengan jawaban yang seperti beliau Shollallohu ‘alaihi Wa Sallam bersabda, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang hak diibadahi dengan benar, kecuali Alloh, dan bahwasannya Muhammad adalah utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, membayat zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan engkau berhaji ke Baitulloh, jika engkau mampu untuk melakukannya.”
9. Seseorang harus mengikrarkan syahadat dengan lisannya dan meyakini dengan hatinya, bahwa tidak ada Illah yang hak diibadahi dengan benar, kecuali Alloh. Maka ‘Ilah” adalah tidak ada sesembahan yang hak kecuali Alloh. Engkau bersaksi dengan lisanmu dan meyakini dengan hatimu bahwa tidak ada sesembahan apapun yang hak –dari segenap makhluk, baik dari kalangan nabi, wali orang-orang sholih, pepohonan, bebatuan dan lain-lainnya, kecuali Alloh. Dan segala sesuatu yang diibadahi selain Alloh adalah batil. Sebagaimana Firman Alloh Ta’ala:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“(Kuasa Alloh) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Alloh, Dialah (Tuhan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Alloh, itulah yang batil, dan sesungguhnya Alloh, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Hajj: 62).
10. Agama ini tidak sempurna kecuali dengan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Alloh. Beliau adalah Muhammad bin Abdillah Al Quraisyi (dari suku Quraisy) Al Hasyimi (dari kalangan Bani Hasyim). Barangsiapa ingin mengetahui secara lengkap ihwal rosul yang mulia ini, hendaknya ia membaca Al Qur’an, hadits dan kitab-kitab tarikh (buku sejarah Islam).
11. Rosululloh telah menyatukan syahadat “Laa Ilaaha Illalloh” dan “Muhammad Rosululloh” ke dalam satu rukun. Yang demikian itu karena ibadah tidaklah sempurna kecuali dengan dua perkara ini, yakni: Ikhlas untuk Alloh (memurnikan peribadatan hanya untuk Alloh semata). Inilah yang dikandung oleh syahadat bahwa tiada ilah yang diibadahi dengan benar kecuali Alloh. Dan mutaba’ah (mengikuti), maka inilah yang dikandung dari syahadat bahwa Muhammad utusan Alloh. Oleh karena itu nabi menyatukan kedua syahadat ini ke dalam satu rukun dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Islam dibangun di atas lima perkara: Persaksian bahwa tiada Ilah yang diibadahi dengan benar kecuali Alloh, dan Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya, mendirikan sholat……..” dst.
(HR. Bukhari dan Muslim).
12. Keislaman seorang hamba tidak sempurna hingga ia mendirikan sholat. Mendirikan sholat yaitu dengan mengerjakan sholat tersebut dengan istiqomah, sesuai dengan tuntunan yang telah dibawa oleh syari’at. Mendirikan sholat ini ada yang dikerjakan sekedar yang wajib-wajibnya saja, dan ada yang dikerjakan secara sempurna. Yang wajib dalam sholat adalah dengan melakukan batas minimal dari hal-hal yang telah diwajibkan dalam sholat tersebut. Sedangkan pelaksanaan sholat yang sempurna yaitu dengan melaksanakan berbagai hal yang dapat menyempurnakan pelaksanaan sholat tersebut sesuai dengan apa yang telah dikenal dalam Al Qur’an, hadits-hadits nabi dan ucapan-ucapan para ulama.
13. Keislaman seorang hamba tidak sempurna hingga menunaikan zakat. Zakat adalah harta yang diwajibkan berupa harta-harta yang dikenai zakat, mengeluarkan dan memberikannya kepada orang yang berhak menerimanya. Alloh telah menjelaskan hal ini dalam surat At Taubah dalam firman Alloh Ta’ala:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Alloh dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Alloh; dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah: 60).
14. Adapun puasa Ramadhan, ialah beribadah kepada Alloh dengan menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan, dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Ramadhan adalah bulan diantara bulan Sya’ban dan bulan Syawwal. Adapun berhaji ke Baitulloh, ialah menuju Makkah untuk melaksanakan manasik haji dan disyaratkan adanya kemampuan, karena secara umum di dalam pelaksanaannya ditemui berbagai hal yang memberatkan dan menyulitkan. Tidak hanya pada ibadah haji semata, ternytata seluruh kewajiban yang disyari’atkan adanya faktor kemampuan. Berdasarkan firman Alloh Ta’ala:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Bertakwalah kamu kepada Alloh menurut kemampuanmu.” (QS. At-Taghaabun: 16).
15. Dan diantara faidah yang telah dibakukan oleh para ulama adalah, “tidak ada kewajiban bersama ketidakmampuan, dan tidak ada keharaman bersama keadaan darurat.”
16. Utusan dari kalangan Malaikat (Jibril) mensifati utusan dari kalangan manusia (Rosululloh) dengan sifat benar (jujur). Sungguh Jibril telah berlaku benar pada apa yang telah ia sifatkan kepada Rosululloh dengan sifat yang benar (jujur), karena memang Nabi adalah makhluk yang paling benar.
17. Kecerdasan para sahabat yang mana mereka merasa keheranan. Bagaimana mungkin seorang yang bertanya menilai benar orang yang ditanya. Pada umumnya, orang yang bertanya tidak mengetahui. Sedangkan orang yang tidak mengetahui tidak mungkin menghukumi ucapan seseorang bahwa dia benar atau dusta. Akan tetapi kebenaran itu hilang setelah Nabi mengatakan, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.”
18. Keimanan mencakup enam perkara: Beriman kepada Alloh, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rosul-rosul-Nya, hari akhir dan takdir baik dan yang buruk.
19. Pembedaan antara Islam dan Iman. Hal ini ketika kedua kata itu disebutkan secara bersama-sama. Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan (amalan zhahir) sedangkan iman dengan amalan-amalan hati (batin). Akan tetapi ketika salah satu kata itu disebutkan begitu saja (tanpa diiringi dengan yang lainnya), maka masing-masing dari kata itu mencakup kata yang lainnya. Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala:
وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Dan telah Aku ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al Maa’idah: 3).
Dan Firman-Nya:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلامِ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam.” (QS. Ali Imran: 85). Mencakup Islam dan Iman. Firman Alloh Ta’ala:
وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan bahwasannya Alloh bersama orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anfal: 19). Dan ayat-ayat serupa lainnya yang mencakup iman dan Islam. Demikian pula dengan Firman-Nya:
فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ
“Serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin…” (QS. An Nisaa’: 92) mencakup Islam dan iman. Adapun jika keduanya disebutkan secara bersamaan, maka masing-masing dari keduanya ditafsirkan dengan makna yang telah ditunjukkan oleh hadits ini.
20. Keimanan kepada Alloh adalah rukun iman yang paling penting dan paling besar. Oleh karena itu, Nabi menyebutkannya lebih dahulu. Beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Engkau beriman kepada Alloh.” Keimanan kepada Alloh mencakup keimanan kepada wujud-Nya, rububiyah-Nya, uluhiyah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Jadi, keimanan kepada Alloh tidak hanya beriman kepada wujud-Nya semata. Akan tetapi harus mencakup keimanan kepada empat perkara ini, yakni beriman kepada wujud, rububiyah, uluhiyah, nama dan sifat-sifat-Nya.
21. Menetapkan adanya Malaikat. Malaikat adalah makhluk ghaib yang telah Alloh sifati dengan banyak sifat dalam Al Qur’an dan telah disifati oleh Nabi dalam hadits-haditsnya, cara beriman kepada mereka adalah dengan mengimani nama-nama mereka yang telah diketahui. Sedangkan para malaikat yang belum diketahui nama-namanya, kita mengimaninya secara global dan kita harus mengimani amalan-amalan yang mereka kerjakan yang telah kita ketahui. Kitapun mengimani sifat-sifat yang mereka miliki sebatas apa yang telah kita ketahui. Di antaranya, Nabi pernah melihat Malaikat Jibril –dalam bentuk aslinya- memiliki enam ratus sayap yang menutupi ufuk. Kewajiban kita berkenaan dengan Malaikat adalah kita mempercayai dan mencintai mereka, karena mereka adalah para hamba Alloh yang senantiasa melaksanakan perintah-Nya. Alloh Ta’ala berfirman:
وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَنْ عِنْدَهُ لا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلا يَسْتَحْسِرُونَ يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لا يَفْتُرُونَ
“Dan Malaikat yang ada di sisi-Nya, mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk beribadah kepada-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (QS. Al Anbiyaa’: 19-20).
22. Wajibnya beriman dengan kitab-kitab yang Alloh turunkan kepada rosul-Nya. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rosul-rosul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (keadilan)…” (QS. Al Hadiid: 25).
Kita beriman kepada semua kitab yang telah Alloh turunkan kepada rosul-rosul-Nya, akan tetapi kita mengimaninya secara global dan mempercayai bahwa kitab-kitab itu adalah haq (benar). Adapun secara rinci, kitab-kitab terdahulu mengalami penyelewengan, perubahan, penggantian. Seseorang tidak mungkin dapat menilai mana yang hak dan mana yang batil. Atas dasar itu, kita katakan, “Kita beriman kepada kitab-kitab yang telah Alloh turunkan tersebut secara global. Adapun secara rinci kita merasa khawatir itu adalah diantara hal-hal yang telah diselewengkan dan dirubah. Ini dalam hal yang berkaitan dengan keimanan dengan kitab-kitab tersebut. Adapun yang berkaitan dengan pengamalannya, maka yang diamalkan hanyalah apa-apa yang diturunkan kepada Muhammad semata. Adapun yang selainnya telah dihapus masa berlakunya dengan datangnya syari’at ini.
23. Wajibnya beriman kepada rosul, kita beriman bahwa semua rosul yang diutus oleh Alloh adalah benar, membawa kebenaran, benar (jujur) dalam berita yang dikabarjkan, dan benar pula dengan apa-apa yang telah diperintahkan. Dan beriman kepada mereka secara global, yakni para rosul yang tidak kita ketahui, dan secara rinci terhadap mereka yang telah kita ketahui. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ
“Dan sesungguhnya telah kami utus beberapa orang rosul sebelummu, diantara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Ghaafir: 78).[1].
Rosul yang telah diceritakan kepada kita dan kita telah mengetahuinya, maka kita mengimani mereka orang perseorangan. Sedangkan para nabi yang belum diceritakan kepada kita dan kita tidak mengetahuinya, maka kita mengetahui secara global. Rosul yang pertama adalah Nabi Nuh ‘alaihis salam, sedang Rosul yang terakhir adalah Nabi Muhammad. Di antara mereka terdapat lima (5) rosul yang digelari ulul azmi yang nama mereka telah Alloh sebutkan secara bersamaan dalam dua ayat dalam Al Qur’an. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Ahzab:
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ 
 “Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dirimu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam.” (QS. Al Ahzab: 7).
Dan Dia berfirman dalam surat Asy Syuura:
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ 
“Dia telah mensyari’atkan bagimu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya.” (QS. Asy Syuura: 13). 
24. Beriman kepada hari akhir. Hari akhir adalah hari kiamat, dinamakan hari akhir karena hari itu adalah masa putaran terakhir bagi umat manusia. Karena manusia mengalami empat masa:
(a). Masa di perut ibunya.
(b). Dunia ini.
(c). Alam barzah.
(d). Hari kiamat.
Tidak ada masa putaran setelah itu, hanya ada dua kemungkinan, masuk Surga atau masuk Neraka.
Beriman kepada hari akhir masuk di dalamnya –sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Semua yang dikabarkan oleh Nabi tentang apa-apa yang terjadi setelah kematian, masuk juga ke dalamnya adalah apa-apa yang akan terjadi di alam kubur. Yakni pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada orang-orang yang telah mati tentang Robb-nya, agama dan nabinya. Dan apa-apa yang akan manusia dapatkan di alam kubur, baik berupa kenikmatan atau siksaan.”
25. Wajibnya beriman kepada takdir, yang baik dan yang buruk. Hal itu dengan mengimani empat perkara:
(a). Mengimani bahwa Ilmu Alloh meliputi segala sesuatu baik secara global, secara rinci sejak dahulu hingga selama-lamanya.
(b). Mengimani bahwa Alloh telah mencatat takdir segala sesuatu sampai hari Kiamat di Lauhul Mahfuzh.
(c). Mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini telah terjadi di alam ini terjadi dengan kehendak Alloh, tidak ada sesuatu apapun yang lepas dari kehendak-Nya.
(d). Mengimani bahwa Alloh menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu, segala sesuatu adalah makhluk ciptaan Alloh, baik itu terjadi dengan perbuatan yang khusus dimiliki oleh-Nya, seperti menurunkan hujan, mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, atau perbuatan hamba dan perbuatan para makhluk, karena kehendak dan kemampuan. Sedangkan kehendak dan kemampuan adalah di antara sifat-sifat hamba. Sedangkan hamba dan sifat-sifatnya adalah makhluk Alloh. Oleh karena itu, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah hasil ciptaan Alloh. Alloh telah mentakdirkan segala sesuatu hingga hari kiamat. Lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi.
Apapun yang ditakdirkan atas seseorang tidak mungkin meleset darinya. Dan apapun yang tidak Dia takdirkan tidak akan menimpanya. Inilah keenam rukun iman yang telah dijelaskan oleh Rosululloh dan iman seorang tidak akan sempurna kecuali dengan mengimani semua rukun-rukun tersebut. Kita memohon kepada Alloh agar Dia mengelompokkan kita semua ke dalam dereta orang-orang yang beriman kepada rukun-rukun tersebut. 
26. Faidah lain yang ada di dalam hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan. Ihsan adalah seseorang beribadah kepada Robb-nya dengan peribadatan raghbah (harapan) dan thalab (memohon), seolah-olah ia melihatnya, lalu ia suka untuk mencapainya. Ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Jika ia tidak sampai pada keadaan seperti ini, ia berada pada tingkatan yang kedua, yaitu beribadah kepada Alloh dengan peribadahan khauf (takut) dan harab (lari) dari siksa-Nya, oleh karena itu, Nabi bersabda, “Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu,” yakni jika engkau tidak beribadah kepada-Nya, seolah-olah engkau melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. 
27. Pengetahuan tentang hari kiamat tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Alloh. Maka barangsiapa mengaku bahwa dia mengetahuinya maka dia pendusta. Pengetahuan tentang hari itu tidak diketahui oleh rosul yang paling utama dari kalangan Malaikat dan manysia, yaitu Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dan Jibril. 
28. Hari kiamat memiliki tanda-tanda, sebagaimana Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala:
 فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا
“Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya.” (QS. Muhammad: 18). 
Dan ulama telah membagi tanda-tanda hari kiamat menjadi tiga macam:
  1. Yang telah berlalu.
  2. Senantiasa datang dalam bentuk yang baru.
  3. Tidak datang kecuali tepat menjelang hari kiamat. Dan itu adalah tanda-tanda kiamat yang besar, seperti: turunnya Isa bin Maryam, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj dan terbitnya matahari dari sebelah barat.
Nabi telah menyebutkan beberapa tanda hari kiamat, yaitu (budak wanita melahirkan tuannya), yakni seorang wanita yang statusnya hamba sahaya, lalu wanita tersebut melahirkan anak perempuan, sampai anak tadi menjadi orang yang memiliki semisal ibunya. Ini merupakan ungkapan tentang cepat, banyak dan tersebarnya harta di tengah-tengah manusia. Dan yang memperkuat hal itu adalah perumpamaan yang datang setelahnya yaitu, “Engkau akan melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang lagi miskin, para penggembala kambing saling berlomba-lomba membuat bangunan yang tinggi.”
29. Baiknya pengajaran Nabi, yang mana beliau bertanya kepada sahabatnya, apakah mereka mengetahui orang yang bertanya tadi ataukah tidak? Dalam rangka memberikan pengajaran kepada mereka secara langsung (tanpa diawali dengan pertanyaan), karena jika beliau bertanya kepada mereka kemudian beliau memberitahukan hal itu kepada mereka setelah itu, maka yang demikian itu lebih mendorong untuk memahami dan meresapi apa yang beliau katakan. 
30. Orang yang bertanya tentang ilmu dapat dianggap sebagai orang yang memberikan pengajaran. Telah lewat isyarat akan hal itu. Akan tetapi, aku ingin menjelaskan bahwa seseorang harusnya bertanya apa-apa yang dibutuhkan oleh orang-orang, kendati ia mengetahuinya, dalam rangka mendapatkan pahala pengajaran. Dan Alloh-lah Dzat pemberi taufik. 
Diambil dari Syarah Al Arba’in An Nawawiyyah karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin. Pustaka Ar Rayyan – Kartasura.
_________________________________
[1]. Nama lain dari Surat Ghafir adalah Surat Al Mu’min (red).

>Hadits 1 Arba’in An Nawawiyyah: Amal Perbuatan Tergantung Niatnya

Leave a comment

>

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Dari Amirul Mukminin Abi Hafshin ‘Umar bin Al Khaththab, dia berkata: Aku telah mendengar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau mendapatkan wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia inginkan itu.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini merupakan prinsip dasar yang begitu agung dalam permasalahan amalan-amalan hati. Karena niat termasuk amalan hati. Para ulama mengatakan hadits ini adalah setengah ibadah, karena ia merupakan timbangan amalan-amalna batin. Sedangkan hadits Aisyah yang berbunyi:
“Barangsiapa mengada-adakan dalma urusan kami perkara yang tidak ada asalnya, maka hal itu akan tertolak.”
(HR. Bukhari (Ash-Shulth/2697/Fath) dan Muslim (Al Aqdhiyah/1718/17/Abdul Baqi).
Dalam lafazh lain:
“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami maka amalan itu tertolak.”
(HR. Muslim (Al-Aqdliyah/1718/18/Abdul Baqi), Bukhari secara ta’liq (13/hal. 329/fath) cetakan As-Salafiyah).

Hadits ini adalah setengah agama, karena hadits ini merupakan timbangan amalan yang zhahir (nampak). Jadi dapat dipetik faidah dari hadits, “Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung dari niatnya.” Bahwa amalan apapun harus didasari niat, karena setiap orang yang berakal tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa niat, hingga sebagian ulama mengatakan, “Sekiranya Alloh membebani suatu amalan kepada kita tanpa didasari oleh niat, tentunya hal itu merupakan suatu pembebanan yang tidak mampu untuk dilakukan.”
Bercabang dari faidah ini adalah, bantahlah terhadap orang-orang yang terhinggapi penyakit was-was yang mengulang-ulang suatu amalan beberapa kali, hingga setan membisikan kepada mereka, “Sesungguhnya kalian belum memasang niat.” Kami katakan kepada mereka (orang yang was-was itu). Tidak, tidak mungkin engkau melakukan suatu perbuatan tanpa didasari oleh niat. Janganlah kalian membebani diri-diri kalian dan tinggalkan perasaan was-was seperti itu.
Di antara faidah dari hadits ini:
  1. Bahwa seseorang diberi pahala, berdosa atau terhalang (mendapatkan sesuatu) dengan sebab niatnya. Berdasarkan sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, “Barangsiapa hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya.” 
  2. Sesungguhnya amalan itu tergantung dari tujuannya. Bisa jadi suatu perkara –yang pada asalnya- mubah bisa menjadi amalan ketatan jika seseorang meniatkannya sebagai amalan kebaikan. Misalnya, ia meniatkan makan dan minumnya untuk menambah kekuatan dalam menjalankan ketaatan kepada Alloh. Oleh karena itu, Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Makan sahurlah, sesungguhnya pada makan sahur itu terdapat berkah.” (HR. Bukhari (Ash Shaum/1923/Fath) dan Muslim (Ash-Shiyam/1095/Abdul Baqi). 
  3. Seorang pengajar sepatutnya memberikan pengumpamaan yang dapat memperjelas suatu hukum. Nabi telah memberikan perumpamaan dalam hal ini dengan hijrah. Hijrah ialah berpindah dari negeri kesyirikan ke negeri Islam. Dan beliaupun menjelaskan bahwa hijrah adalah amalan yang bisa menjadi pahala ataupun keterhalangan (memperoleh pahala) bagi orang yang melakukannya. 
  4. Seorang yang berhijrah kepada Alloh dan Rosul-Nya diberi pahala dan akan sampai pada apa yang diinginkannya. Sedangkan orang yang berhijrah karena dunia yang ingin ia dapatkan atau wanita yang ingin ia nikahi, maka ia terhalang mendapatkan pahala ini. 
  5. Hadits ini selain masuk dalam pembahasan ibadah, masuk pula dalam pembahasan muamalah, pernikahan, dan dalam permasalahan fiqih lainnya.
Diambil dari Syarah Al Arba’in An Nawawiyyah karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin. Pustaka Ar Rayyan – Kartasura

Older Entries