>Obat Dengki

Leave a comment

>

Jika pada pembahasan yang lalu kita telah membahas tentang “Virus Dengki” yang kerap menjangkiti seorang penuntut ilmu, maka pada kesempatan kali ini Insya Allohu Wa Ta’ala kita akan membahas obat penawarnya. Setiap penyakit tentulah ada obatnya kecuali penyakit tua dan maut. 
1. Mendoakan teman tanpa sepengetahuannya
Jika dalam hatimu ada rasa hasad kepada si fulan, maka berdoalah untuknya agar dia selalu diberi petunjuk dan kemudahan dalam segala urusannya. Karena doa itu bisa menimbulkan perubahan sikap. Yakni, berubahnya keadaan jiwa Anda dan hilangnya rasa dendam, khianat dan hasad. Seiring dengan itu, Alloh akan membuat dirimu diterima di hatinya. 
2.Berusaha mencintainya, menanyakan keadaannya dan keluarganya. 
Perlu diperhatikan, seorang teman itu setiap kali ia mencintai temannya, akan hilang darinya rasa dendam sebesar rasa cintanya padanya. Maka jika ia dekat dengannya dan banyak mencintainya, maka akan berkurang rasa dendam hingga hilang sama sekali. Terkadang yang susah bagi seseorang,a dalah mendekati dan mencintai temannya. Tetapi kami mengingatkan padanya firman Alloh Ta’ala:
وَلا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ 
“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushshilat: 34). 
Bersungguh-sungguhlah dan buanglah pakaian kesombongan dari diri anda. Bertawadhulah kepada teman anda. Anda akan melihatnya tak akan menyusahkan hati anda. 

3. Mengunjunginya dan mengakui keutamaannya. 
Dahulu, para ulama mengunjungi murid-muridnya. Hal ini sebagai salah satu sarana yang dapat mendekatkan diri seseorang kepada Alloh, sebagaimana Sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:

“Barangsiapa yang menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Alloh, akan diseru dengan seruan: berbahagialah kamu dan mulialah perjalananmu, akan dibangun untukmu sebuah rumah di surga.”

(HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah, dalam Shahih Al Jami’ no. 6387).
Maka bagaimana jika seseorang mengunjungi temannya dengan tujuan (setelah mendekatkan diri kepada Alloh) untuk menghilangkan dendam di antara keduanya dan mencegah dirinya dan temannya dari kejahatan syaithan? Berkunjung itu menimbulkan dalam diri orang yang berkunjung dan yang dikunjungi pengaruh mengagumkan. Hasil yang diperoleh dari hal ini adalah hilangnya rasa dendam. Seorang hamba akan merasakan ketenangan jiwa, hatinya tidak ditimpa keresahan dan kesedihan kala temannya terkenal namanya dan berhasil mengkaji masalah yang ia tidak mampu.  
4. Tidak rela dengan ketidakhadiran temannya, ejekan dan celaan yang diarahkan kepadanya. 
Apabila anda berada dalam suatu majelis, kemudian teman yang anda hasad padanya diejek, janganlah anda merasa senang dengan hal itu. Tahanlah ucapan anda dan belalah temanmu dengan apa yang anda ketahui. Jika anda tidak melakukan hal itu maka syaithan akan mengobarkan rasa dendam di antara kalian. Setiap kali anda menghinanya, akan semakin besar rasa dendam itu. Jika anda tidak rela dengan ketidakhadirannya dan ejekan terhadapnya lalu anda membelanya di saat ia tidak ada, maka hal ini akan dapat membuat anda diterima di sisi Alloh. Seiring dengan itu, ia akan merasakan perbuatan anda itu, sehingga bertambahlah rasa cinta di antara kalian. 
5. Mendahulukannya daripada diri sendiri. 
Kalian berkumpul dalam satu majelis dan dalam satu atap yang sama. Lalu dilontarkan pertanyaan pada anda dan anda mengetahui bahwa dengan dilontarkannya pertanyaan pada anda itu menimbulkan ketidaksukaan pada teman anda. Berikanlah kesempatan anda itu kepadanya. Jika ia salah dalam menjawab, maka luruskanlah jawabannya dan janganlah menyalahkannya. Sekalipun anda kehilangan hakmu karena mengharapkan kerelaannya (dan hal ini tidak akan merugikanmu sedikit pun dalam urusan agama), tapi anda diberi pahala atas perbuatan tersebut. Karena anda tidak memberikan kehinaan dalam agama, melainkan bersegera mendamaikan dan melembutkan hati. 
6. Meminta pendapat dan nasihat padanya. 
Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu berkata, 

“Tiga orang yang tidak aku balas kecuali dengan doa: seseorang yang aku datangi dalam suatu majelis, lalu ia berdiri kepadaku dengan tersenyum bahagia; seseorang yang memberi keleluasaan dalam suatu majelis dan seseorang yang terkena musibah lalu ia meminta pendapat kepadaku. Mereka itulah orang-orang yang tidak akan aku balas kecuali dengan doa.”

Dengan meminta pendapat dan nasihat kepadanya, menjadikan hatinya cinta dan menerima anda. Ia akan tahu bahwa anda mendatanginya hanya untuk menguatkan persahabatan dan rasa cinta kepadanya. Hal ini Insya Alloh akan menghilangkan rasa dendam di antara kalian. Memang berat, tetapi akan terasa mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Alloh.
(Diambil dari: Bimbingan Menuntut Ilmu: Tahapan, Adab, Motivasi, Hambatan, Solusi; karya Asy Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad as Sadhan).

>Virus Dengki

Leave a comment

>

Salah satu virus yang kerap menjangkiti para penuntut ilmu adalah dengki, apa sajakah itu? Berikut adalah penjelasan dari Asy Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad As Sadhan hafizahullohu tentang virus-virus tersebut:
1. Senang dengan kesalahan temannya.

Kesalahan teman itu lebih besar daripada kesalahan yang lainnya. Karena teman itulah yang membuat dadanya sesak. Dialah yang menyainginya di masyarakat dan dialah yang mengotori ketenarannya. Setiap kali temannya berbuat salah, ia bertambah senang dan gembira, karena ia menyangka bahwa kesalahan temannya adalah kemuliaan baginya. Tidak ada yang selamat dari tanda ini kecuali sedikit. Karena ia adalah urusan hati yang hanya Alloh yang mengetahuinya dan orang yang bersangkutan. Jika sifat ini ada pada salah seorang dari kita, maka bersegeralah menghilangkannya dan bertaubatlah.

2. Senang dengan Ketidakhadiran Temannya.

Anda melihat dua orang teman berkumpul dan berbagi cerita. Masing-masing memiliki kelebihan dalam ilmu. Jika salah seorang dari keduanya tidak menghadiri majelis, sehingga ia sendirian di majelis itu, ia akan menguasai sebagian temannya lalu merasa senang dengan ketidakhadiran temannya itu. Karena dengan ketidakhadirannya ia menyangka derajatnya akan tinggi daripada temannya itu dan mempunyai kedudukan lebih.

3. Senang dan Merasa Puas jika Temannya Dicela.

Bahkan ia tidak berusaha mencegah orang yang ghibah atau orang yang mencelanya, sekalipun hal ini tidak menguntungkannya. Tidak diragukan lagi, ini adalah perbuatan haram. Karena menggunjing seorang Muslim pada umumnya tidak boleh, terutama bagi penuntut ilmu. Karena seorang penuntut ilmu itu bermanfaat bagi orang lain.

4. Menjelekkan Temannya Apabila Ia Ditanya Tentangnya.

Kadang datang kepada penuntut ilmu yang baru belajar, seorang yang bertanya kepadanya tentang seseorang, karena suatu masalah yang berkaitan dengannya. Dalam hal ini, orang yang hasad akan mendapatkan kesempatan untuk menjelekkan seseorang atau merendahkan kedudukannya dan mengejeknya. Ini diharamkan.

5. Hatinya terasa sedikit Sakit dan Dadanya terasa Sempit, jika ada Pertanyaan dilontarkan Kepada Orang Lain, atau Temannya ditanya Padahal Ia Ada.

Terkadang dua atau tiga teman berkumpul dalam satu majelis. Lalu salah satu dari mereka diminta untuk berbicara atau ditanya tentang suatu permasalahan. Orang yang hasad akan merasa bahwa ia ditimpa sesuatu yang sangat menyakitkan dalam dirinya. Ia berpura-pura melakukan sesuatu untuk menampakkan ketidakpeduliannya. Karena pertanyaan yang diarahkan kepada temannya, menurutnya adalah musibah yang paling besar yang menimpanya.

Seandainya dia berpikir bahwa hal itu adalah keutamaan Alloh yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan pertanyaan yang diarahkan kepada temannya tidak menunjukkan bahwa temannya tidak lebih utama daripadanya secara mutlaq, nisvcaya hal ini akan terasa ringan baginya.

6. Tidak Menghargai Manfaat atau Ilmu yang Dimiliki Temannya.

Kadang-kadang orang yang dalam dirinya ada sifat hasad, membahas suatu permasalahan atau mencabuku dan memberi jawaban atas suatu pertanyaan yang sulit. Ia membolak-balik lembaran-lembaran buku dan membuka berjilid-jilid kitab, namun dia tidak mendapatkan jawabannya. Kemudian temannya menemukannya. Apabila ia mendengar bahwa temannya mengetahui jawabannya, ia akan meremehkan usaha temannya itu. Tetapi jika orang yang mengetahui jawabannya itu adalah orang lain, ia akan mendo’akannya, memujinya dan mengingat-ingatnya secara terus-menerus.

Adapun jika manfaat itu datang dari temannya itu, ia sengaja menyembunyikan kekagumannya. Ia tidak menampakkan besarnya manfaat yang diperoleh temannya tersebut. Hal ini karena ia menganggap bahwa menampakkan kemahsyuran temannya akan melemahkan kedudukannya dan merendahkan kepribadiannya.

7. Mencoba Menyalahkan Pembicaraan Temannya dan Mengkritiknya apabila Temannya Menjawab.

 Sebagian orang berkumpul dalam suatu majelis, dan disebutkan sebuah pertanyaan, lalu salah seorang dari temannya menjawab. Orang yang ada dalam hatinya penyakit hasad, akan mencari-cari dan membuat-buat kesalahan dalam jawaban temannya itu, atau berusaha membelokkan perkataan temannya itu, sehingga membuatnya terjerumus ke dalam sebuah kesalahan. Ini adalah sebuah penyakit. 

8. Tidak Menisbatkan Keutamaan dan Pelajaran yang Ia dapatkan Kepada yang Menunjukkannya.

Terkadang seorang penuntut ilmu membahas suatu masalah. Ia merasa lelah dalam membahas dan menelitinya. Temannya mengetahui bahwa ia sedang membahas masalah tersebut. Lalu ia menunjukkan tempatnya dalam kitab dan halaman tertentu. Apabila pada dirinya ada rasa hasad, ketika menyebutkan jawaban tersebut, ia berusaha untuk tidak menisbatkan keutamaan yang ia peroleh itu kepada temannya dan tidak akan berterima kasih kepadanya. Bahkan ia mengira bahwa hal itu berkat kesungguhan dan keutamaannya semata. Ia merasa temannya tidak ikut serta dalam mencarinya. Ini merupakan tanda hilangnya berkah ilmu.

(Diambil dari: Bimbingan Menuntut Ilmu: Tahapan, Adab, Motivasi, Hambatan, Solusi. Pustaka At Tazkia – Jakarta).

>Kesempatan Yang Sering Disia-siakan oleh Penuntut Ilmu (5): Membaca Secara Bebas

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad As Sadhan. 
Kita juga dapat memanfaatkan waktu dengan membaca secara bebas. Caranya dengan mengkhususkan sedikit waktu untuk membaca di rumah. Manusia itu bermacam-macam. Ada yang hanya mau untuk membaca sedikit dan ada juga yang banyak membaca. Di antara kita ada yang belum menikah. Ia tidak sibuk mengurus anak dan kebutuhan keluarga. Hal ini sepatutnya, mendorong dirinya untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya. Diriwayatkan dari Sufyan, berkata, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Jama’ah:

“Barangsiapa yang menikah sesungguhnya ia mengarungi lautan. Jika ia diberi anak, maka dengan kehadiran anak tersebut pikirannya telah terpecah.”

(Tadzkirah as-Sami’, hal. 72). 
Maksudnya -wallohu a’lam- orang yang telah menikah itu sibuk. Ini tidak bersifat mutlak. Maksudnya, hendaknya masing-masing kita memanfaatkan waktu pada saat menetap di rumah. Aku sangat heran dengan teman-teman yang selalu berada di dalam rumah. Tapi, apabila anda tanya tentang apa yang ia kerjakan. Anda akan mendapatinya sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan yang tidak bermanfaat. Yang lebih menyedihkan lagi, jika seseorang mengulang-ulang membaca koran atau majalah sampai dua atau tiga kali. Namun, ketika membaca buku ia merasa malas. Atau apabila ia berada di sebuah perkumpulan dimana perkumpulan itu dipenuhi obrolan dan pembicaraan-pembicaraan yang tidak dilarang agama, kemudian ada yang meminta diambilkan buku, ia merasa kesal. 

Siapapun yang merasa hal ini terdapat dalam jiwanya, hendaknya ia menyadarinya bahwa itu adalah dosa atau berbuatan ini akan ditambahkan pada jumlah dosa yang telah ia lakukan. Ia juga merupakan musibah. Para ulama seperti al-Khathib al-Baghdadi, telah menentukan waktu untuk menghafal dan membaca. Namun, itu tetap tidak bisa dijadikan sebagai patokan baku. Sebab, di antara kita ada yang bisa konsentrasi membaca setelah sholat Shubuh. Tapi ada juga yang merasa berat untuk membaca pada waktu itu. Bahkan sebagian kita tidak mengikuti pelajaran dan majelis ilmu yang diadakan setelah Shubuh karena ingin tidur. Di antara kita ada yang lebih suka untuk membaca pada malam hari, pada awal malam atau akhir malam. Ada juga yang tidak suka membaca pada kedua waktu itu dan lebih suka membaca pada siang hari. 
Ringkasnya, dalam hal ini tak ada aturan tertentu. Tapi tergantung pada masing-masing orang. Kapanpun anda mampu mengatur waktu untuk membaca secara bebas maka lakukanlah. Khususkanlah satu atau dua kitab tertentu yang ingin anda baca atau bahaslah suatu masalah dan menulislah. 
Sumber: Bimbingan Menuntut Ilmu: Tahapan, Adab, Motivasi, Hambatan, Solusi. Pustaka At Tazkia – Jakarta. 

>Kesempatan Yang Sering Disia-siakan oleh Penuntut Ilmu (4): Antara Adzan dan Iqamah

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad As Sadhan. 
Diantara waktu yang sering kita sia-siakan adalah waktu antara adzan dan iqamah. Apabila menghitung waktu antara adzan dan iqamah mulai dari sholat Zhuhur, Ashar, Isya’, dan Shubuhm, maka anda mendapatkan bahwa waktu anrata adzan dan iqamah itu sekitar 20 menit. Ini perkiraan minimum. Jika ditotal, maka waktu yang tersedia adalah 20 menit. Adapun dalam sholat Maghrib waktu antara adzan dan iqamah biasanya sangat pendek. Aku yakin, siapapun yang menggunakan waktu antara adzan dan iqamah untuk membaca Al Qur’an al-Karim, baik itu untuk muraja’ah (mengulang-ulang) ayat yang telah dihafal atau menghafal yang belum dihafal, niscaya ia akan menghafal banyak ayat Al Qur’an. Cobalah anda hitung waktu ini selama sebulan. Anda akan dapati bahwa kita dianugerahkan empat jam dalam sebulan, dimana waktu itu dapat dimanfaatkan oleh seseorang untuk menghafalkan al-Qur’an al Karim. 
Seandainya anda mau memperhatikan keadaan anda, anda akan merasakan bahwa anda tidak membaca Al Qur’an kecuali sedikit, dengan pengecualian pada bulan Ramadhan. 

Anda lihat salah seorang dari kita tidak segera berangkat ke masjid kecuali pada saat iqamah atau menjelang iqamah dikumandangkan. Ia tidak memanfaatkan waktu antara adzan dan iqamah, tidak mendapatkan pahala dari sholawat para malaikat kepadanya. Ia juga tidak mendapatkan pahala sholat sunnah dan pahala sholat di shaf pertama. Beberapa kisah indah Ibnu Hajar dalam at-Tahdzib tentang perjalanan hidup Ibrahim bin Maimun ash-Sha’i. Ia mengutip perkataan Yahya bin Ma’in tentang Ibrahim bin Maimun:

“Dia adalah seorang tukang batu. Apabila ia mengangkat palu dan mendengarkan adzan, ia tidak meneruskan memukul palunya. Tetapi ia segera berangkat ke masjid.”

(At Tahdzib, I/173). 
Abu Hamid al-Ghazali (wafat 505 H), sebagaimana dinukil oleh az-Zarkasyi dalam I’lam al-Masajid berkata, 

“Pertama kali yang diperbuat manusia adalah terlambat dari sholat Jum’at. Padahal para pendahulu kita berangkat sholat Jum’at dengan membawa lampu di tangannya.” Maksud ungkapan ini adalah kiasan betapa awalnya mereka berangkat menuju sholat Jum’at. 

(I’lam al-Masajid bi Ahkam al-Masajid, hal. 358).
Seandainya kita menggunakan waktu antara adzan dan iqamah ini, bukan saja karena berharganya waktu itu, tetapi juga ingin mendapatkan pahala awalnya menuju sholat, maka kita akan mendapatkan banyak manfaat, berupa ketenangan jiwa dan raga, selain mendapatkan ilmu. 
Sumber: Bimbingan Menuntut Ilmu: Tahapan, Adab, Motivasi, Hambatan, Solusi. Pustaka At Tazkia – Jakarta. 

>Kesempatan Yang Sering Disia-siakan oleh Penuntut Ilmu (3): Kaset/CD/Rekaman Kajian

Leave a comment

>

oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan.
Demi Alloh, rekaman itu adalah salah satu nikmat. Tapi kebanyakan kita menyia-nyiakannya. Penyebabnya adalah ketidakpedulian kita dalam mengatur waktu. Pada zaman kita saat ini, dimana teknologi sudah semakin maju dan berkembang, Ilmu itu datang dan bukan mendatangi (kaidah sebenarnya adalah ilmu itu didatangi dan bukan mendatangi). Yakni melalui rekaman (bisa berbentuk kaset, CD atau rekaman yang bisa didownload secara bebas di internet) yang bisa membantu seorang penuntut ilmu untuk belajar. Orang-orang yang telah menggunakannya mengatakan bahwa rekaman tersebut sangat bermanfaat. Aku (penulis kitab rujukan tulisan ini -red) pun telah memanfaatkannya dan telah mendapatkan berbagai pengetahuan. Aku katakan ini sebagai bentuk pemberitahuan akan nikmat Alloh yang diberikan kepadaku.
Dalam Manzhumat fi al-Haj (Syair-syair tentang Haji), ash-Shan’ani berkata:
Siapa saja yang belum pernah mencoba
ia tidak akan tahu manfaatnya
Cobalah, niscaya akan Anda dapatkan
apa yang telah aku sebutkan.
(Manzhumah ash-Shan’ani fi al-Hajj, hlm. 83).

Apakah bukan nikmat Alloh, jika ilmu selalu menyertaimu dalam perjalanan, ketika berbaring di atas tempat tidur dan ketika duduk di depan meja makan? Jika seseorang mendengarkan rekamannya dengan seksama dan mengatur waktu untuk mendengarkannya pada saat dalam mobil dan dalam pekerjaannya, maka dengan hal ini ia akan mendapatkan banyak manfaat.
Aku pernah diberitahu tentang seorang pemuda sholih yang dengan keutamaan Alloh, telah tamat dalam menghafal Al Qur’an al Karim. Usahanya itu ditempuh, salah satunya, dengan mendengarkan rekaman. Ia bercerita tentang dirinya, bahwa ia mendengarkan bacaan Syaikh Shiddiq al-Mansyawi selama dua tahun. Setiap selesai satu kaset, ia mengulangnya kembali sehingga al-Qur’an pun mudah ia ucapkan.
Ini tidak sulit bagi diri anda. Tapi aturlah waktu anda dan aturlah kaset tersebut untuk didengar. Janganlah anda mendengarkan yangb lain sebelum selesai satu rekaman. Jika dengan satu rekaman, anda belum dapat menghafalnya maka ulangilah lagi satu kali, dua kali atau berkali-kali.
Jika anda ingin mengetahui seberapa banyak waktu yang telah anda sia-siakan, perhatikanlah berapa rekaman yang telah anda dengarkan selama dalam perjalanan. Jika satu rekaman saja didengarkan dalam satu setengah jam, maka sebanyak itulah waktu yang telah anda sia-siakan. Seseorang tidak merasakannya kecuali setelah diperingatkan. Aturlah waktu untuk mendengarkan pelajaran dalam perjalanan anda; apalagi jika jarak rumah jauh atau sering melakukan bepergian untuk bekerja dan berkunjung, seperti mengunjungi famili dan saudara seiman, membeli kebutuhan rumah tangga, dan lainnya. Lakukanlah hal ini terus menerus. Ibaratnya, jangan turun dari mobil kecuali setelah mendengarkan berbagai pelajaran bermanfaat.
Aku menyebutkan hal ini karena rekaman banyak terdapat dimana-mana. Ia menyimpan banyak ilmu. Seolah-olah ilmu para guru dan ulama kita tersimpan di dalamnya. Rekaman-rekaman tersebut dijual dengan harga murah (bahkan ada yang bisa didownload gratis dari internet –red) dan kita semua dapat menggunakannya setiap saat. Kutahu banyak saudara-saudara kita yang tidak dapat menghadiri majelis ilmu karena padatnya kesibukan dan pekerjaan mereka. Mereka menggantinya dengan mendengarkan rekaman. Melalui rekaman itu, Alloh Ta’ala memberi manfaat yang banyak.
Sumber: Bimbingan Menuntut Ilmu: Tahapan, Adab, Motivasi, Hambatan, Solusi. Pustaka At Tazkia – Jakarta. Sedikit tambahan dan edit seperlunya dari redaksi.

>Pemilik Iman dan Kebaikan Menginfaqkan Harta Benda di Jalan-Jalan Kebaikan

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu.

Orang-orang mukmin bersedekah dengan harta yang mereka cintai, dan ini adalah makna dari Firman Alloh Ta’ala:

وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى
“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada karib kerabat.” Mereka menginfaqkan harta yang mereka cintai kepada para fuqara’ dan orang-orang miskin drai karib kerabat serta yang selain mereka, dan juga di jalan-jalan kebaikan serta untuk berjihad melawan musuh-musuh Alloh. Demikianlah ahlul iman wal birr (pemilik iman dan kebaikan), mereka menginfaqkan harta benda mereka di jalan-jalan kebaikan.
Dan di dalam ayat yang lain Alloh Ta’ala berfirman:
تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Robb-nya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. As Sajdah: 16).
Dan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ
“Berimanlah kepada Alloh dan Rosul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari harta kalian yang Alloh telah menjadikan kalian menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kalian dan memberi nafkah memperoleh pahala yang besar.” (QS. Al Hadiid: 7).

Dan di dalam ayat ini –ayat dalam Surat Al Baqarah- Alloh berfirman:
وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ
“Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang membutuhkan pertolongan), orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya.”
Maknanya:
Bahwa mereka berinfaq pada arah-arah ini, pada karib kerabat, anak-anak yatim yang miskin, orang-orang miskin selain dari kerabat dari kalangan dhu’afa (orang-orang lemah), dan para musafir yang sedang melewati suatu negeri, sementara mereka bukan penduduk negeri tersebut dan nafkah (perbekalan) mereka habis. Demikian pula para peminta-minta, yang mereka meminta-minta kepada manusia disebabkan kebutuhan dan kemiskinan mereka. Atau para peminta-minta yang majhul (tidak dikenal), yang tidak diketahui keadaan mereka, mereka (para pemilik kebaikan) memberikan apa yang bisa menutupi keadaan para peminta-minta tersebut.
Dan Firman Alloh:
وَفِي الرِّقَابِ
“Dan membebaskan hamba sahaya,”
Maknanya:
Mereka berinfaq untuk membebaskan hamba sahaya (budak), yakni membebaskan budak lelaki maupun perempuan dan membebaskan para tawanan.
Kemudian Alloh Ta’ala berfirman:
وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
“Dan mendirikan sholat serta menunaikan zakat.”
Maknanya:
Bahwa kaum mukminin, mereka menegakkan sholat dan menunaikan zakat. Mereka menjaga sholat-sholat dan menegakkannya pada waktu-waktunya sebagaimana yang disyari’atkan oleh Alloh, serta menunaikan zakat sebagaimana pula yang disyari’atkan oleh Alloh.
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Keimanan seorang Ahlul Iman (2): kepada Malaikat, Kitab dan Nabi serta Rosul utusan Alloh

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz hafizahullohu.
Demikian pula iman kepada para Malaikat, yang mereka senantiasa taat kepada Robb mereka, tentara dari tentara-tentara-Nya, perantara antara Dia dan hamba-hamba-Nya dalam penyampaian segenap perintah dan larangan-Nya.
  
يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Mereka tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Alloh menciptakan mereka dari an-nuur (cahaya), mereka selalu menunaikan perintah-Nya, sebagaimana firman Alloh Ta’ala:
بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يَشْفَعُونَ إِلا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ
“Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendurhakai-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Alloh mengetahui segala sesuatu yang ada di hadapan mereka (malaikat) dan yang dibelakang mereka, dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai oleh Alloh, dan mereka selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (QS. Al Anbiya’ : 26-28).

Sholawat serta salam semoga tercurah atas mereka. Dan Alloh Ta’ala berfirman tentang mereka:
يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Mereka tidak mendurhakai Alloh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Demikian pula iman kepada al-kitab. Dan yang dimaksud adalah kitab-kitab yang diturunkan dari langit, yang paling agung adalah Al Qur’anul Karim. Maka ahlul iman beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan atas segenap anbiya’ di masa lalu. Dan yang paling akhir, paling agung serta paling mulia adalah Al Qur’anul ‘Azhim yang diturunkan atas Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam.
Dan demikian pula kaum mukminin mereka beriman kepada para Nabi dan Rosul secara keseluruhan dan membenarkan mereka. Yang paling akhir adalah Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, dan beliau adalah penutup mereka serta yang paling mulia.
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Keimanan Seorang Ahlul Iman (1): Iman kepada Hari Perhitungan dan Pembalasan

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu.
gigantic-tsunami
Dunia ini akan sirna dan datanglah hari akhir yaitu hari kiamat, dan ini merupakan suatu keniscayaan. Hari kiamat itu akan tiba dan Alloh akan membangkitkan hamba-hamba-Nya, sebagaimana Firman Alloh Ta’ala:
ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ
“Kemudian, setelah itu, kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kubur) di hari kiamat.” (QS. Al Mu’minun: 15-16).
Dan Alloh Ta’ala berfirman:
وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ
“Dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasannya Alloh akan membangkitkan semua orang di dalam kubur.” (QS. Al Hajj: 7).

Hari akhir adalah yaumul hisab wal jaza’ (hari perhitungan dan pembalasan), surga, neraka, al-mizan (timbangan), ash-shirath (jembatan), pemberian shuhuf (catatan amalan) dari arah kanan dan kiri, ditegakkannya timbangan dan penimbangan amalan-amalan. Kemudian setelah itu semua, berakhirlah manusia menuju surga atau neraka. Maka orang-orang yang beriman menuju surga, kebahagiaan dan kemuliaan. Sedangkan orang-orang kafir masuk ke dalam neraka dan adzab yang menghinakan. Nas-alulloha al’afiyah.
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Sifat dan Akhlak Seorang Mukmin dalam Ayat Al Qur’an

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu.
Firman Alloh Ta’ala:
وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.”(QS. Al Furqaan: 74).
yakni para pemimpin dalam kebaikan dan pembawa petunjuk bagi makhluk., Kemudian Alloh Ta’ala menjelaskan balasan mereka, Dia berfirman: “Mereka itulah orang-orang yang diberi balasan dengan al-ghurfah (martabat yang tinggi),” yakni al-Jannah (surga). Dinamakan Al Ghurfah karena ketinggiannya, sebab ia berada di tempat yang sangat tinggi di atas langit-langit di bawah ‘Arsy, maka surga berada di tempat yang sangat tinggi. Karena itulah Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
أُولَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ
“Mereka itulah yang diberi balasan dengan al-ghurfah”, yakni al-jannah (surga).
 
بِمَا صَبَرُوا
“Karena kesabaran mereka,” yakni disebabkan kesabaran mereka di atas ketaatan kepada Alloh, kesabaran mereka menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Alloh, dan kesabaran mereka atas berbagai musibah. Maka ketika mereka bersabar, Alloh membalas mereka dengan surga yang tinggi dan agung. Tatkala mereka bersabar di dalam menunaikan hak-hak Alloh, bersabar dari segala perbuatan yang diharamkan oleh Alloh, dan bersabar atas berbagai musibah yang pedih, dari suatu penyakit, kefakiran, dan yang selain itu. Alloh membalas mereka dengan sebaik-baik balasan.

وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا
“Dan mereka disambut di dalamnya,” yakni di dalam jannah.
تَحِيَّةً وَسَلامًا
خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا
“Dengan penghormatan dan ucapan selamat. Mereka kekal di dalamnya, surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.”
 
Ini termasuk sifat ahlul iman yang sempurna dari kalangan laki-laki dan perempuan, pemilik kebahagiaan dan keselamatan. Di dalam Al Qur’an terdapat sekian banyak ayat yang di dalamnya Alloh Ta’ala menjelaskan tentang sifat-sifat kaum mukminin dan mukminat serta akhlaq mereka. Termasuk diantaranya, apa yang terdapat di dalam surat Al Baqarah, ketika Alloh Ta’ala berfirman:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi (pemilik) kebajikan adalah siapa yang beriman kepada Alloh, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) budak/hamba sahaya, orang-orang yang menepati janji apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kefakiran, penderitaan (karena penyakit dan kelaparan) dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 177).
Inilah kondisi orang-orang yang bertaqwa dari kalangan lelaki dan wanita. Inilah sifat-sifat mereka yang telah diterangkan oleh Alloh Ta’ala di dalam ayat yang mulia ini dari surat Al Baqarah dengan firman-Nya:
وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ
Maknanya, “وَلَكِنَّ الْبِرَّ “ yakni “pemilik kebaikan” adalah siapa yang beriman kepada Alloh, hari akhir, para malaikat, kitab dan para Nabi. Dia beriman kepada Alloh sebagai Robb dan Ilah (sesembahan yang hak) Subhanahu Wa Ta’ala, bahwa Dia adalah sesembahannya yang benar, bahwa Dia adalah Penciptanya sekaligus Pemberi rezeki baginya, dan bahwa Dia disifati dengan Al Asmaul Husna (nama-nama yang baik) dan sifat-sifat yang tinggi, tidak ada yang setara dengan Dia serta tidak ada pula tandingan bagi-Nya, bahkan Dia Maha Sempurna pada dzat-Nya, nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Tidak diliputi kekurangan dari segala sisi, bahkan Dialah kesempurnaan yang mutlak dari segala sisi, sebagaimana firman-Nya:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Katakanlah: Dialah Alloh, Yang Maha Esa. Alloh tempat bergantung (meminta segala sesuatu). Dia tidak beranak, dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al Ikhlash: 1-4).
Dan diapun beriman kepada hari akhir yakni hati kebangkitan setelah kematian.
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

>Hakikat Suami yang Sholih

Leave a comment

>

oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu.
Firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang-orang yang berkata: Wahai Robb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Furqaan: 74).
Semua ini termasuk sifat-sifat kaum mukminin dan mukminat. Mereka adalah hamba-hamba Ar Rahman di atas hakikat dan kesempurnaan. Dan merupakan qurratul ‘aini (penyejuk mata) apabila engkau melihat anakmu baik laki-laki maupun perempuan, berakhlaq dengan amal-amal sholih. Dan kata “anak” apabila disebutkan secara mutlak (dalam bahasa Arab) mencakup laki-kali dan perempuan. Anak laki-laki disebut dengan “ibnu” sedangkan anak perempuan disebut “bintu” Demikian pula kata “وَذُرِّيَّاتِ” (keturunan) mencakup laki-laki dan perempuan. Di antaranya adalah hadits:

“Apabila anak Adam meninggal maka terputuslah darinya amalannya kecuali dari tiga perkara: Shodaqoh jariyah, ilmu yang diambil manfaat dengannya atau anak sholih yang mendoakan kebaikan baginya.”

Maka kata “anak” dalam hadits ini mencakup laki-laki dan perempuan. Sebagaimana telah berlalu penjelasannya.
Firman Alloh Ta’ala:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
“Dan orang-orang yang berkata: Wahai Robb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata.”
Yakni keturunan yang dengan mata menjadi sejuk karena keadaan mereka sebagai orang-orang yang taat kepada Alloh dan istiqomah di atas syari’at-Nya. Demikian pulalah para suami. Seorang suami apabila melihat istrinya di atas ketaatan kepada Alloh, maka dengannya akan terasa sejuk matanya. Begitu pula seorang istri, apabila ia melihat suaminya di atas ketaatan kepada Alloh, sementara si istri tersebut adalah seorang wanita mukminah, maka dengannya akan menjadi sejuk matanya.
Maka seorang suami yang sholih adalah penyejuk mata bagi istrinya, dan istri yang sholihah adalah penyejuk mata bagi suaminya yang beriman. Dan keturunan yang baik adalah penyejuk mata bagi bapak-bapak mereka, ibu-ibu serta karib kerabat mereka dari kalangan mukminin dan mukminat.
Sumber: Bimbingan Indah Seorang ‘Alim tentang Akhlaq Kaum Mukminin (Cermin Koreksi Mukmin Sejati). Penerbit: Darul Ilmi Yogyakarta.

Older Entries