>Empat Perkara Wajib

1 Comment

>

Kita semua tahu bahwa Tauhid adalah perkara utama yang wajib dipelajari oleh setiap manusia. Para Nabi dan Rosul tidaklah memulai dakwahnya kecuali dengan Tauhid sebagaimana difirmankan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dalam Firman-Nya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Alloh saja dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An Nahl: 36).
Namun demikian, ternyata ada empat permasalahan yang pada hakikatnya juga wajib kita pelajari. Apa saja sih keempat permasalahan itu?

Empat permasalahan yang wajib dipelajari oleh setiap manusia adalah:
1. Ilmu, yaitu mengenal Alloh, mengenal Nabi-Nya dan mengenal Agama Islam dengan dalil-dalilnya.
Dalam dzikir pagi dan petang ada satu lafadz yang bunyinya: “Aku ridha (rela) Alloh sebagai Robb-ku, Islam sebagai Agamaku, dan Muhammad adalah hamba dan utusan Alloh.” Dalam sebuah hadits disebutkan:
“Barangsiapa membacanya sebanyak tiga kali ketika pagi dan sore hari, maka hak Allah memberikan keridhaanNya kepadanya pada hari Kiamat.”
(HR. Ahmad 4/337, An-Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 4 dan Ibnus Sunni no. 68. Abu Daud 4/418, At-Tirmidzi 5/46. Sanadnya hasan).
Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rohimahullohu berkata:
“Hendaknya kamu mengetahui masalah ini pertama kali. Yakni kamu mengenal Alloh Ta’ala, mengenal Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dan mengenal agama kalian dengan dalil-dalilnya, dengan apa yang dikatakan oleh Alloh dan Rosul-Nya, bukan dengan akal, juga bukan dengan perkataan si Fulan, akan tetapi dengan dalil-dalil dari ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Rosululloh. “
(Syarhu Ats-Tsalatsatil Ushul).
2. Amal, yaitu mengamalkan ilmu tersebut.
Ilmu yang sudah kita pelajari itu nggak mungkin dong kalo disimpan begitu saja? Pastinya, ilmu itu bakal diamalkan. Ilmu adalah obat kebodohan. Kalo diibaratkan, kita menuntut ilmu itu seperti berobat ke dokter, cuma bedanya kalo ke dokter untuk mengobati penyakit maka dalam hal ilmu kita mengobati kebodohan. Kita menuntut ilmu dari seorang guru/ustadz dan merekalah “dokter” yang kita tuju untuk mengobati kebodohan.
Biasanya seorang dokter menuliskan resep obat yang harus diminum oleh pasiennya. Adapun guru/ustadz mengajarkan suatu ilmu yang harus kita amalkan. Sebagai contoh, mereka mengajarkan tentang sifat sholat dan wudhu nabi maka kita harus mengamalkan/mempraktikkannya, seperti orang yang minum obat dari resep dokter itu. Mana mungkin bisa sembuh penyakit yang kita derita kalo resep obat itu cuma disimpan di dalam laci, atau sekedar dibaca-baca saja?? Tentu saja kalo mau sembuh ya harus diminum, sesuai dengan ketentuannya. Bisa 2x atau 3x sehari. Bisa juga sebelum atau sesudah makan.
Demikian pula dengan ilmu. Kalo yang dipelajari sifat wudhu nabi, maka kita harus praktikkan gimana sih cara wudhu yang sesuai dengan tuntunan nabi? Gimana caranya membasuh kedua telapak tangan, berkumur dan memasukkan (lalu mengeluarkan) air dari hidung, membasuh dahi dsb?? Semua itu harus dipraktekin sebagaimana yang sudah kita pelajari. Bukan cuma dibaca-baca atau dilihat-lihat gambarnya saja.
Disebutkan dalam suatu riwayat, dari Muhammad bin Al Husain Al Qaththan mengabarkan kepada kami, Da’laj bin Ahmad memberitahu kami, Muhammad bin Ali bin Zaid Ash Sha’igh meriwayatkan kepada mereka, Hujjaj (anak laki-lakinya Muawiyah) meriwayatkan kepada kami dari Abu Ishaq, ia berkata, “Umar bin Al Khaththab berkata:
“Janganlah kalian terpedaya dengan orang yang membaca Al Qur’an. Sesungguhnya Al Qur’an itu hanyalah ucapan yang biasa kita ucapkan. Akan tetapi perhatikanlah orang yang mengamalkannya.”
(Al Khatib Al Baghdadi, Iqtidha Al ‘Ilm Al ‘Amal no. 109).
3. Dakwah, yaitu mendakwahkan ilmu tersebut.
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala semisal pahala orang yang mengikuti petunjuk tersebut tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan maka baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dari dosa mereka.”
(HR. Muslim).
Fase selanjutnya adalah dakwah, yaitu mengajak manusia untuk mengamalkan ilmu yang udah kita pelajari dan kita amalkan lebih dulu. Dakwah jelas nggak boleh asal-asalan. Dia harus disertai dan dibangun di atas ilmu, sebagaimana Firman Alloh Ta’ala:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Alloh dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Alloh, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).
Dan “hujjah” yang disebut dalam ayat ini tentu saja ilmu.
4. Sabar, yaitu bersabar atas berbagai gangguan di dalamnya.
Setelah kita mendakwahkan (mengajarkan) ilmu itu kepada orang, maka langkah selanjutnya adalah sabar. Sabar adalah menahan jiwa (nafsu) untuk tetap berada di atas ketaatan kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, menahannya dari bermaksiat kepada-Nya, dan menahannya dari keluh kesah terhadap takdir Alloh, sehingga ia menahan jiwanya dari perasaan marah, jengkel dan bosan.
Senantiasa dalam keadaan semangat dalam berdakwah, menyeru manusia untuk masuk ke dalam agama Alloh meskipun ia disakiti. Karena mengganggu para da’i yang menyeru kepada kebaikan itu sudah menjadi sifat setiap orang kecuali orang yang diberi petunjuk oleh Alloh, sebagaimana Firman-Nya:

وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ
“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rosul-rosul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Alloh. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rosul-rosul itu.” (QS. Al An’am: 34).

كَذَلِكَ مَا أَتَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلا قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ
“Demikianlah tidak seorang rosul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: “Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila”.” (QS. Adz Dzaariyat: 52).

Nah, coba kita perhatikan baik-baik, para nabi dan rosul saja mendapat tantangan yang begitu berat dalam berdakwah tapi mereka tetap sabar dan tawakal kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Coba perhatikan betapa beratnya siksaan yang ditimpakan kepada Nabi kita Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam waktu beliau dakwah di Makkah sebelum hijrah?? Nggak cuma tuduhan “orang gila” tapi juga lemparan benda-benda seperti batu hingga kotoran unta dilayangkan kepada Beliau, tetapi Beliau tetap sabar hingga datang pertolongan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.

Memang pertentangan apapun bentuknya, mulai sekedar interupsi-interupsi kecil sampe gangguan-gangguan yang bahkan bisa mengancam keselamatan kita, itu biasa terjadi kepada seseorang yang menyeru kepada Alloh dan Rosul-Nya. Memang sifat manusia (kecuali mereka yang diberi petunjuk oleh Alloh) adalah selalu maunya bertentangan, apa itu ke kanan atau ke kiri, nggak pernah mau lurus ke depan.
Jadi nggak usah ambil pusing lah, toh kita kan udah berusaha, di dengar dan diikuti ya  syukur alhamdulillah. Nggak juga itu urusan mereka sama Alloh. Mereka mau menuduh kita apa juga yang penting kita sabar sambil memohon pertolongan Alloh supaya mereka diberikan petunjuk. Ya, memang benar mau masuk neraka itu lebih gampang daripada mau masuk surga.

Faidah dan Pelajaran.
Dari pembahasan ini kita bisa ambil pelajaran antaralain:
1. Empat perkara yang wajib diketahui oleh setiap manusia adalah ilmu, amal, dakwah dan sabar.
2. Ilmu yang pertama kali harus diketahui dan dipelajari adalah Mengenal Alloh, Mengenal Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, dan mengenal Agama Islam beserta dalil-dalilnya baik dari Al Qur’an maupun Hadits.
3. Mengamalkan ilmu adalah perkara penting yang tidak boleh diremehkan. Karena bermanfaat atau tidaknya ilmu itu dilihat dari cara kita mengamalkannya.
4. Ilmu yang sudah kita pelajari dan kita amalkan itu hendaknya diajarkan (didakwahkan) kepada orang lain. Keutamaan mendakwahkan ilmu itu kepada orang lain adalah ia akan mendatangkan kebaikan bagi kita dan orang itu. Akan tetapi dakwah tetap harus dilandasi dengan ilmu.
5. Anjuran untuk bersabar atas ilmu yang kita ajarkan (dakwahkan) itu karena sifat dasar manusia yang selalu ingin bertentangan dengan kebenaran (kecuali orang yang telah Alloh beri petunjuk). Para Nabi dan Rosul pun mendapatkan pertentangan yang sangat berat, mulai dari tuduhan orang gila hingga lemparan kotoran unta.
Wallohu A’lam bi Showab.
________________________
Referensi:
Al Qur’an dan Terjemahan. Hadits Web 3.0.
Al Anshori, Muhammad At Thayyib. 2006. Cara Mudah Memahami Ushuluts Tsalatsah (soal Jawab tentang Tiga Landasan Utama). Darul Ilmi – Yogyakarta.
Al Baghdadi, Al Khathib. 2004. Ilmu dan Amal, Telaah Kritis Hadits-Hadits tentang Kewajiban Mengamalkan Ilmu dan Ancaman Bagi yang Mengabaikannya (Tahqiq: Muhammad Nashiruddin Al Albani). Najla Press – Jakarta.
Al Utsaimin, Muhammad bin Sholih dan Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. 2009. Syarhu Ats Tsalatsatil Ushul, Penjelasan 3 Landasan Pokok yang Wajib Diketahui Setiap Muslim. Maktabah Al Ghuroba – Solo.

>Mengenal Majelis Dzikir

1 Comment

>

Dalam keseharian hidup dengan kesibukan dunia yang ada, kita banyak terlena dan lalai dari berdzikir kepada Alloh Ta’ala serta mengingat negeri akhirat. Padahal mengingat Alloh dan negeri akhirat merupakan suatu keharusan demi hidupnya hati yang ada di dalam dada.
Majelis dzikir merupakan majelis yang menghubungkan hati kita kepada Alloh dan kampung akhirat. Majelis yang dapat melunakkan hati serta memudahkan menetesnya butiran-butiran bening dari kedua mata. Karenanya majelis seperti ini harus sering kita hadiri untuk membina dan terus memupuk keimanan dalam hati. Namun yang perlu jadi catatan, majelis dzikir yang dipuji di dalam syari’at, modelnya bukan seperti majelis dzikir berjamaah yang sekarang lagi naik daun dan dipublikasikan di berbagai media. Sungguh, jauh panggang dari api….!

Tidaklah kita ragukan, majelis Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersama para sahabat beliau dahulunya adalah majelis dzikir yang sarat dengan lantunan ayat-ayat Alloh, hadits-hadits yang mulia, nasihat dan peringatan yang bermanfaat bagi umat. Majelis seperti majelis merekalah yang kita tuju.

Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu berkata, Kami mengeluh kepada Rosululloh,
“Wahai Rosululloh! Kenapa diri kami ini, bila berada di sisimu hati kami lunak, gampang tersentuh, dan kami merasa tidak butuh kepada dunia. Kami seakan termasuk penduduk akhirat. Namun bila kami meninggalkanmu lalu berkumpul dengan istri-istri kami dan bermain-main dengan anak-anak kami, kami mengingkari diri kami, tidak seperti ketika bersamamu.”
Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Seandainya kalian saat keluar dari sisiku (berkumpul dengan keluarga kalian) keadaannya sama dengan keadaan kalian saat bersamaku, niscaya para malaikat akan menziarahi kalian di rumah-rumah kalian. Seandainya kalian tidak berbuat dosa niscaya Alloh akan mendatangkan makhluk baru, yang mereka kemudian berbuat dosa, lalu Alloh mengampuni mereka.”
Abu Hurairah kemudian bertanya, “Wahai Rosululloh, dari apakah makhluk diciptakan?” Beliau menjawab, “Dari air.” Abu Hurairah bertanya lagi, “Bangunan surga itu dari apa?”
“Batu bata dari emas dan batu bata dari perak. Lumpurnya adalah misik adzfar. Kerikilnya adalah mutiara dan yaqut. Tanahnya adalah za’faran. Siapa yang masuk ke dalamnya, ia akan merasakan kenikmatan dan tidak akan pernah susah. Dia akan hidup kekal, tidak pernah mati. Pakaiannya tidak akan usang dan kemudaannya tidak akan berakhir.”
(HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban dengan sanad Hasan (Ash Shahihain, no. 969)).
Demikianlah gambaran majelis Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersama para sahabat beliau. Majelis yang didominasi dengan dorongan untuk mengingat Alloh, majelis targhib dan tarhib. Majelis tersebut diisi dengan bacaan Al Qur’an, dengan hadits-hadits nabawi yang Alloh ajarkan kepada beliau, dan dengan nasihat yang baik. Tak luput pula beliau memberikan pengajaran perkara yang bermanfaat dalam agama ini. Karena Alloh memerintahkan beliau dalam kitab-Nya untuk memberikan peringatan, menasihati, menyampaikan kisah serta mengajak manusia kepada jalan Robb-nya dengan cara hikmah dan nasihat yang baik. Sebagaimana beliau diperintah untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Alloh menamakan beliau sebagai mubasysyir pemberi kabar gembira, nadzir pemberi peringatan dan da’i ilalloh penyeru ke jalan Alloh.
Targhib dan Tarhib yang disampaikan Rosul yang mulia menjadikan para sahabat beliau sebagaimana penuturan Abu Hurairah:
  • hati mereka lunak. 
  • gampang tersentuh.
  • zuhud terhadap dunia dan rindu kepada akhirat.

Kelunakan hati seorang hamba merupakan pengaruh dzikir, karena memang berdzikir kepada Alloh membuat hati menjadi tunduk, menjadi baik dan lunak serta menghilangkan kelelahan jiwa.

Alloh berfirman:

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Alloh. Ketahuilah, hanya dengan mengingat Alloh lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d: 28).

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan hanya kepada Robb mereka, mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal: 2).
“Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Alloh. Yaitu orang-orang yang tunduk patuh kepada Alloh. Yaitu orang-orang yang apabila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka….” (QS. Al Hajj: 34-35).
Sahabat yang mulia, Al ‘Irbadh ibnu Sariyyah rodhiyallohu ‘anhu berkata dalam menggambarkan satu majelis Rosululloh yang pernah dihadirinya,
“Rosululloh pernah memberi kami nasihat yang sangat menyentuh hati kami, nasihat yang membuat hati-hati bergetar dan air mata bercururan.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi).
Dalam majelis dzikir akan turun rahmat, diliputi majelis itu dengan sakinah/ketenangan dan ketenteraman, para malaikat mengelilinginya dan Alloh memuji-muji orang yang hadir di majelis tersebut di hadapan para malaikat-Nya.
Orang yang hadir di majelis dzikir adalah suatu kaum yang tidak akan celaka orang yang duduk bersama mereka. Bahkan terkadang pendosa yang duduk bersama mereka dirahmati karenanya. terkadang di antara yang hadir ada yang menangis karena takut kepada Alloh Ta’ala, maka orang yang hadir semuanya mendapatkan anugerah.
Rosululloh menggambarkan suatu majelis dzikir sebagai taman-taman surga dalam sabdanya,
“Apabila kalian melewati taman-taman surga maka singgahilah.” Para sahabat bertanya, “Apa taman-taman surga itu?” Beliau menjawab, “Majelis Dzikir.”
(HR. Ahmad dan At Tirmidzi dari sahabat Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu. Sanad hadits ini jayyid, sekalipun ada rawi’ yang dha’if, tetapi ada penguatnya yang menjadikan hadits ini menjadi sedikit terangkat).
Diringkaskan dari Majalah Asy-Syari’ah No. 52/V/1430H/2009 dengan judul artikel “Majelis Dzikir” (halaman 91-93). Bagi yang ingin copy tulisan lengkapnya/aslinya, silakan hubungi redaksi  Blog Rumah Belajar Ibnu Waqqash di 083892007328 via SMS dan akan dikirimkan via e-mail dengan gratis.

>Jihad dan Kesabaran

Leave a comment

>

‘Umar rodhiyallohu ‘anhu bertanya kepada para syaikh dari kalangan bani ‘Abbas, “Dengan apa kalian memerangi manusia?” Mereka menjawab, “Dengan kesabaran. Tidaklah kamu menjumpai suatu kaum (musuh) melainkan kami bersabar menghadapi mereka sebagaimana mereka bersabar menghadapi kami.” 
Sebagian salaf berkata, “Masing-masing dari kami tidaklah menyukai kematian dan sakitnya luka-luka, akan tetapi kami diberi kelebihan dengan kesabaran.”

Ibnu Rajab al Hanbali rodhiyallohu ‘anhu menerangkan:

“Ini dalam jihad memerangi musuh yang lahir (nyata), yakni jihad melawan orang-orang kafir. Seperti itu pula dalam jihad memerangi musuh yang batin yakni jihad melawan (kejahatan) jiwa dan hawa nafsu. Maka sungguh berjihad pada keduanya (lahir dan batin) merupakan sebesar-besarnya Jihad, sebagaimana Sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, “Seorang mujahid adalah orang yang memerangi jiwanya karena Alloh.” 
(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal. 516).
Al Imam Al Mubarakfury rohimahullohu mengatakan (Tuhfatul Ahwadzi, hal. 206),
“Yakni memaksa jiwanya yang suka memerintahkan kepada kejelekan untuk tunduk kepada apa yang mengandung keridhaan Alloh Ta’ala dalam bentuk melaksanakan amal ketaatan dan menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan. Jihad terhadap jiwa tersebut juga merupakan fondasi dari segala macam jihad. Karena sesunggunya selama seseorang belum berjihad untuk menundukkan jiwanya sendiri, tidaklah mungkin baginya untuk dapat berjihad memerangi musuh yang di luar jiwanya (musuh yang nyata).”
Disarikan dari: Majalah Asy-Syari’ah No. 52/V/1430H/2009 dengan sedikit edit dari redaksi.
Daftar Istilah (Glossary):
1. Batin = maksudnya disini adalah penyakit hati seperti hawa nafsu.

>’Amarah bintu Rawahah

Leave a comment

>

Oleh: Al Ustadzah Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran
Rasa cinta pada buah hati, terkadang mendorong seorang ibu ingin memberikan sesuatu yang terbaik baginya. Namun semuanya tak lepas dari bimbingan Rosul yang mulia. Begitu pulalah yang didapatkan oleh seorang wanita bernama ‘Amarah bintu Rawahah rodhiyallohu ‘anha.
‘Amarah bintu Rawahah bin Tsa’labah bin Imri’il Qais bin ‘Amr bin Zaid bi Manat bin Malik bin Tsa’labah bin Ka’b bin Al Khazraj. Dia saudari kandung ‘Abdullah bin Rawahah rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat yang mulia yang turut dalam Perang Badar dan syahid sebagai salah seorang pembawa bendera perang dalam Perang Mut’ah. ‘Amarah menikah dengan Basyir bin Sa’d bin Tsa’labah bin Julas bin Zaid bin Malik rodhiyallohu ‘anhu. Dari pernikahan itu lahirlah An-Nu’man bin Basyir rodhiyallohu ‘anhu, yang kelak menjadi seorang sahabat yang mulia.

Ketika An-Nu’man lahir, ‘Amarah membawa bayinya menghadap Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Beliau pun meminta kurma. Beliau mengunyahkan kurmanya, lalu mentahnik An Nu’man. ‘Amarah memohon agar Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam mendo’akan bayinya agar kelak banyak harta dan keturunannya. Namun beliau menjawab,

“Bagaimana pendapatmu, jika kelak dia hidup mulia seperti pamannya (‘Abdullah bin Rawahah), terbunuh sebagai syahid dan masuk surga?”
Suatu ketika ‘Amarah meminta agar suaminya mengistimewakan An-Nu’man dengan suatu pemberian yang tidak diberikan kepada saudara-saudaranya yang lain. Basyir tidak segera memenuhi permintaan itu. Setahun berlalu, barulah saat itu Basyir memenuhi keinginan ‘Amarah. ‘Amarah pun mengatakan,
“Aku tidak akan ridha sampai engkau minta persaksian Rosululloh atas pemberianmu itu!”
Basyir pun membawa An-Nu’man yang masih kecil menghadap Rosululloh. Di hadapan beliau, Basyir berkata,
“Wahai Rosululloh, sesungguhnya ibu anak ini, Bintu Rawahah, menginginkan aku memberi suatu pemberian kepada anaknya, lalu dia meminta kepadaku untuk meminta persaksianmu.”
Rosululloh bertanya,
“Apakah kamu punya anak lain selain dia?”
Basyir menjawab, “Ya.” Rosululloh bertanya lagi, “Apakah engkau memberikannya kepada anak-anakmu yang lain pemberian yang tidak serupa?” Dijawab oleh Basyir, “Tidak.”
Rosululloh menegaskan,
“Kalau begitu, janganlah meminta persaksianku, karena sungguh aku tidak akan memberikan persaksian atas suatu ketidakadilan.”
Basyir pun pulang dan mengambil kembali pemberiannya terhadap An-Nu’man.
Kisah ini pun memberikan pelajaran kepada seluruh kaum Muslimin untuk senantiasa berbuat adil kepada anak-anak mereka. ‘Amrah bintu Ruwahah, semoga Alloh meridhainya. Wallohu ta’ala a’lamu bish-shawab.
Disarikan dari: Majalah Asy-Syari’ah No. 52/V/1430H/2009 dengan sedikit edit dari redaksi.
Daftar Istilah (Glossary):
1. Tahnik = memasukkan buah kurma yang telah dikunyah ke dalam mulut bayi yang baru lahir.

>Kisah Pembangkangan Pertama dalam Sejarah Islam

Leave a comment

>

Jika kita berbicara tentang pembangkangan, pastinya yang akan terpikir adalah pemberontakan, revolusi, kudeta atau penggulingan, dan yang semacamnya. Pembangkangan ini adalah salah satu cikal bakal terjadinya aksi teror dan peledakan bom. Kita tentu saja sudah sering mendengar berita-berita telah terjadi pemberontakan di suatu daerah, dimana ada seorang yang sering disebut sebagai penggerak lalu menyeru dan mempengaruhi orang untuk melepaskan ikatan ketaatan terhadap penguasa di daerah itu. Apa yang kemudian terjadi? Jelas dan sangat jelas banyak orang terpengaruh dan mendukung gerakan pembangkangan itu. Ujung-ujungnya terjadilah apa yang sering kita dengar sebagai kudeta.
Keadaan seperti ini membawa kita ke dalam kondisi ketidakpastian. Contoh nyata bisa kita lihat dan rasakan sendiri (mungkin sebagian dari kalian masih balita pada waktu itu) kondisi di negeri kita tahun 1998. Tumbangnya kekuasaan seorang Jenderal besar yang telah memimpin negeri ini selama kurang lebih 30 tahun. Kondisi negeri kita penuh dengan ketidakpastian dan serba mencekam. Mau pergi keluar, entah sekolah, bekerja, atau ngaji, menjadi nggak tenang. Takut sesuatu menimpa diri kita. Tahukah kamu bahwa sebenarnya, pembangkangan ini sudah pernah terjadi pada zaman Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam??

Peristiwa Dzulkhuwaishirah. 

Siapakah pembangkang pertama dalam sejarah Islam? Jawabannya adalah Dzulkhuwaisihrah. Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri rodhiyallohu ‘anhu, bahwa dia berkata,
“Ketika kami berada di sisi Rosululloh Shollallohu Alaihi Wa Sallam di saat beliau sedang membagi harta rampasan perang, datang kepadanya seorang yang dikenal dengan Dzulkhuwaishirah, dia adalah seorang dari qabilah Bani Tamim. Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Rosululloh berbuat adilah!”
Maka Rosululloh menjawab, “Celakalah engkau, siapa lagi yang bisa berbuat adil kalau aku sendiri sudah tidak berbuat adil?”
(HR. Bukhari, no. 3414 dan 5811).
Dzulkhuwaishirah ini adalah orang pertama dalam Islam yang berani menentang waliyyul amri Muslimin. Dalam kesempatan tersebut dia telah berani menentang Rosulullloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Tidaklah dia melakukan hal itu kecuali didasarkan atas keyakinannya bahwa wajib atas dirinya untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar (Catatan: Insya Alloh nanti akan ada pembahasan khusus di blog/rumah belajar ini tentang “amar ma’ruf nahi munkar”).
Jadi, apa yang pernah kita alami dan kita rasakan di zaman ini, baik pada tahun 1966 di masa bapak, ibu dan nenek kakek kita, ataupun pada tahun 1998 semuanya itu hanyalah pengulangan dari sejarah pembangkangan oleh Dzulkhuwaishirah itu. Ya, memang kadang sejarah itu mengulang lagi dirinya. Ingatkah kita bahwa perselisihan dua negeri Islam di timur (Indonesia dan Malaysia) tahun 1962 juga tak lebih dari pengulangan sejarah perselisihan antara Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyyah bin Abu Sofyan rodhiyallohu ‘anhu, bahkan ketika itu sampai pecah peperangan. Wallohu A’lam.
Referensi:
Al Haritsi, Jamal bin Furaihan. 2007. Mengidentifikasi Neo-Khawarij sebagai Sejelek-jelek Mayat di Kolong Langit (diterjemahkan dan dijelaskan oleh Luqman bin Muhammad Ba’abduh). Pustaka Qaulan Sadida – Malang.
Daftar Istilah (Glossary):
1. Waliyyul Amri = pemimpin, penguasa (semisal presiden, perdana menteri, raja/sultan/kaisar, khalifah).

>Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam Terjaga dari Perkara-Perkara Jahiliyyah

Leave a comment

>

Pada pembahasan sebelumnya kita telah mengetahui bahwa manusia secara umum berada di zaman Jahiliyyah sebelum diutusnya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Namun Beliau sudah terjaga dari perkara Jahiliyyah, walaupun waktu beliau belum diangkat menjadi nabi. Sebelum menjadi nabi, sudah nampak tanda-tanda kemuliaan beliau.
Dulu Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam mempunyai keistimewaan di antara kaumnya dalam hal akhlak dan sifat yang mulia. Beliau adalah orang yang paling mulia harga dirinya. Beliau sangat baik dalam bertetangga, paling lemah lembut, paling jujur, paling baik budi pekertinya, paling menjaga diri, palingh banyak kebaikannya, paling menepati janji, paling amanah, sampai-sampai kaumnya menggelarinya sebagai Al Amin, yang artinya orang yang terpercaya. Beliau dijuluki demikian karena terkumpul pada beliau sifat-sifat yang mulia ini.

Sebagai contoh, seperti yang dikisahkan oleh Sahabat Jabir bin ‘Abdillah rodhiyallohu ‘anhu. Beliau bercerita:

“Sebelum Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam menjadi nabi, ketika perkara Ka’bah, Rosululloh ikut mengangkat batu. Al ‘Abbas berkata kepada Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, “Taruh sarungmu di pundakmu untuk melindungimu dari batu-batu!” 
Kemudian beliau melakukannya. Namun beliau malah jatuh tersungkur di tanah dan kedua matanya terangkat ke langit. Beliau pun kemudian berucap, “Sarungku….!” Kemudian beliau memakai sarungnya kembali.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Begitulah Alloh memuliakan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Beliau terjaga dan terpelihara pada masa kecilnya dari perkara-perkara jelek dan akhlak-akhlak Jahiliyyah.
Contoh yang lain, seperti yang dikisahkan Zaid bin Haritsah rodhiyallohu ‘anhu. Beliau bercerita,
“Dulu sebelum Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam mendapat wahyu, ada satu berhala dari tembaga yang disebut Isaf dan Nailah. Orang-orang berthawaf di Ka’bah. Rosululloh berthawaf bersamaku juga. Ketika aku melewati berhala itu, aku juga mengusapnya. Rosululloh pun menghardikku, “Janganlah engkau mengusapnya!”
Zaid melanjutkan ceritanya,
“Kemudian kami berthawaf lagi dan aku berkata dalam hatiku, “Aku akan mengusapnya lagi, dan akuakan lihat apa yang akan terjadi.” Kemudian aku mengusapnya.
Maka Rosululloh berkata, “Bukankah engkau telah dilarang?” Kemudian Zaid berkata, “Demi Alloh yang memuliakan beliau dan menurunkan Al Qur’an kepadanya, aku tidak pernah lagi mengusap satu berhalapun, hingga Alloh memuliakan beliau dan menurunkan wahyu kepadanya.”
(HR. Al Baihaqi dan Ath Thabrani, no. 4665).
Disarikan dari buku “Kisah-Kisah Berhala Jahiliyyah” karya Abu Muhammad Miftah. Penerbit Gema Ilmu – Yogyakarta, dengan sedikit edit dari redaksi).
Daftar Istilah (Glossary):
1. Al Amin = orang yang terpercaya.
2. Berhala = patung dan yang sejenisnya.
3. Thawaf = berjalan mengelilingi Ka’bah. 

>Apa itu Zaman Jahiliyyah?

Leave a comment

>

Adik-adik, jahiliyyah asalnya berarti kebodohan. Jahiliyyah adalah keadaan yang dialami bangsa Arab sebelum Islam. Dimana mereka jahil (bodoh) tentang Alloh, Rosul-Nya, dan syari’at agama. Mereka mempunyai perangai dan sifat-sifat yang jelek seperti: berbangga dengan nasab, dan lainnya. Jadi zaman jahiliyyah adalah masa sebelim pengutusan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, yaitu sebelum Islam. Manusia pada waktu itu berada dalam zaman jahiliyyah. Jahiliyyah pada masa itu berlaku secara umum.
Apakah jahiliyyah bisa terjadi pada umat ini? Jahiliyah bisa terjadi kembali, namun tidak secara umum. Bisa terjadi pada satu orang, tapi tidak pada semua orang. Bisa terjadi pada suatu daerah tetapi tidak terjadi pada semua daerah. Yang penting, setiap perkara yang menyelisihi ajaran Alloh dan Rosul-Nya, maka itu adalah jahiliyyah.

Jangan Tiru Perilaku Jahiliyyah. 

Setelah kita tahu bahwa Jahiliyyah bisa terjadi lagi pada sebagian orang, hendaknya kita tidak meniru perilaku jahiliyyah. Alloh telah memberikan peringatan:
“Apakah hukum Jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Alloh bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah: 50).
Demikian juga Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Salllam juga pernah mengabarkan,
“Manusia yang paling dimurkai Alloh ada tiga:
1. Seorang yang menyimpang dari kebenaran di Kota Suci Makkah,
2. Seorang yang mengharapkan ajaran jahiliyyah dalam Islam,
3. Seorang yang berlebihan dalam menuntut darah seseorang tanpa cara yang benar dan tujuan untuk menumpahkan darahnya.”
(HR. Bukhari, diriwayatkan dari ‘Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu).
Disarikan dari buku “Kisah-Kisah Berhala Jahiliyyah” karya Abu Muhammad Miftah. Penerbit Gema Ilmu – Yogyakarta, dengan sedikit edit dari redaksi).
Daftar Istilah (Glossary):
1. Nasab = keturunan, bisa dalam bentuk suku atau ras tertentu. Bisa juga keturunan dari suatu kabilah.

>’Utsman bin Affan, Pemilik Dua Cahaya

Leave a comment

>

Beliau dijuluki Dzun Nuroin yang artinya pemilik dua cahaya. Karena hanya beliau yang menikahi dua puteri Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Ini menunjukkan kemuliaan beliau. Karena yang bisa menikah dengan dua puteri Nabi hanyalah orang yang mulia. Para malaikat merasa malu kepada beliau. Karena beliau adalah sahabat yang sangat malu kepada Alloh. Sehingga beliau selalu mengerjakan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya. Sungguh besar kecintaan ‘Utsman rodhiyallohu ‘anhu kepada Alloh. Siang dan malam, beliau beribadah kepada Alloh.
‘Utsman berasal dari keluarga yang kaya. Beliau juga seorang yang kaya. Namun kekayaannya tidak membuat beliau bakhil. Betapa banyak harta yang sudah diinfaqkan di jalan Alloh. Sampai-sampai ada yang mengatakan, bahwa ‘Utsman adalah manusia yang paling dermawan setelah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam.

‘Utsman adalah khalifah ketiga sepeninggal Abu Bakar dan ‘Umar. Meskipun menjabat sebagai khalifah, beliau tidaklah sombong. Bahkan beliau adalah manusia yang berakhlaq mulia. Beliau sangat perhatian dan sayang terhadap rakyatnya.

Pada suatu hari, datang gerombolan orang jahat yang bersenjata ke Madinah. Mereka berniat membunuh ‘Utsman bin Affan. Kemudian beliau mengingatkan mereka tentang peristiwa Gunung Hira’ yang berguncang. Pada waktu itu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam berkata,
“Tenanglah wahai Hira’. Sesungguhnya di atasmu ada seorang nabi, seorang shiddiq, dan dua orang syahid.”
Maka muncullah orang-orang yang mempersaksikan peristiwa itu. Lalu ‘Utsman bersumpah lagi dan mengingatkan peristiwa Ba’itur Ridhwan. Pada waktu itu Rosululloh berkata sebelum membai’at,
“Ini tanganku dan ini tangan ‘Utsman.”
Lalu muncullah orang yang mempersaksikan peristiwa itu.
Demikianlah, beliau terus mengingatkan mereka tentang keutamaannya yang besar. Beliau mengingatkan pula bahwa “Utsman-lah yang memperluas Masjid Nabawi dengan hartanya sendiri. ‘Utsman-lah yang memberi bekal kepada setengah pasukan saat sulit di Perang Tabuk. ‘Utsman-lah yang membeli sumur Ruumah untuk dishodaqohkan airnya.
Namun upaya beliau gagal. Para pengepungnya lebih mendahulukan nafsu angkara murka, berupa dosa dan kekejian. Para penjahat (teroris) itu tega membunuh “Pemilik Dua Cahaya”. ‘Utsman meninggal pada usia sekitar 90 tahun. Beliau menghadap Alloh dalam keadaan syahid.
Diambil dari Buku “Kisah 20 Shohabat Peraih Janji Surga” karya Abu ‘Umar Ibrohim dan Abu Muhammad Miftah. Penerbit: Hikmah Anak Sholih – Yogyakarta. (dengan sedikit edit dari redaksi).  

Daftar Istilah (Glossary):
1. Bakhil = pelit, kikir.
2. Khalifah = pemimpin, pemimpin negara, kepala pemerintahan, waliyul ‘amri, seperti presiden sekarang. 

>’Umar bin Al Khathtbab, Amirul Mukminin Al Faruq

Leave a comment

>

Di masa jahiliyah, ada seorang tokoh kafir Quraisy. Dia sombong di atas kebatilan. Setelah masuk Islam, beliau menjadi tokoh pembela kebenaran. Beliau masuk Islam pada tahun ke-6 dari masa kenabian. Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam pernah berdo’a:

“Ya Alloh, jayakanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang lebih Engkau cintai, ‘Umar bin Al Khaththab atau ‘Amr bin Hisyam (Abu Jahl).”

Ternyata Alloh memilih ‘Umar bin Al Khaththab rodhiyallohu ‘anhu.
Keislamannya menggetarkan hati orang-orang kafir. Keislamannya mendatangkan kekuatan dan kemuliaan bagi kaum muslimin. Perannya untuk kejayaan Islam begitu besar. Alloh memisahkan/membedakan kebenaran dan kebatilan melalui beliau. Karena itulah beliau dijuluki “Al Faruq”, yang artinya pemisah/pembeda.

‘Umar bin Al Khaththab adalah sahabat yang paling utama setelah Abu Bakar Ash Shiddiq. Beliau adalah orang yang sangat takut kepada Alloh. Suatu hari dia berkata dengan penuh kesedihan,

“Duhai, seandainya ibuku tidak melahirkan aku ke dunia ini! Celaka aku, seandainya Alloh tidak mengampuni dosa-dosaku.”
Sifat tawadhu’ menghiasi dirinya. Beliau adalah manusia yang jauh dari sifat sombong. Pada suatu hari, ada seorang yang berkata kepada beliau, “Bertaqwalah engkau kepada Alloh!” Beliau tidak marah atau menghukumnya. ‘Umar membalas orang itu dengan lemah lembut,
“Tidak ada kebaikan pada kalian, jika kalian tidak mau mengucapkannya. Dan tidak ada kebaikan pada kita, jika kita tidak mau menerimanya.”
Beliau adalah laki-laki yang sangat pemberani. Sampai-sampai syaithan takut bila bertemu dengan beliau. Syaithan akan memilih jalan lain bila bertemu dengan ‘Umar bin Al Khaththab. Beliau adalah pemimpin yang adil, sangat memperhatikan rakyatnya dan juga sangat berkasih sayang terhadap rakyatnya.
Pada suatu malam yang dingin, beliau melihat ada yang menyalakan api. Ternyata ada seorang ibu sedang memasak sesuatu di tungku perapian. Dan anak-anak ibi itu berteriak-teriak sambil menangis. Anak-anak itu kelaparan. Ibu itu berusaha menenangkan anak-anaknya. Ibu itu pura-pura memasak. Akhirnya anak-anak itu tertidur. ‘Umar bin Al Khaththab pun mendatangi ibu itu, dan dia tidak tahu kalau yang datang adalah ‘Umar bin Al Khaththab. Ibu itu berkata, “Sungguh ‘Umar telah menelantarkan kami. ‘Umar menyia-nyiakan kami.”
‘Umar bin Al Khaththab mendengar perkataan ibu itu. Beliau bergegas mengambil kantong berisi tepung dan lemak. Kemudian menyerahkannya kepada ibu itu. Akhirnya mereka bisa makan sampai kenyang.
Di saat beliau berusia senja, beliau selalu berdo’a kepada Alloh Ta’ala,
“Ya Alloh, sesungguhnya usiaku telah lanjut dan rakyatku telah tersebar. Ya Alloh, wafatkanlah aku dalam keadaan tidak menyia-nyiakan mereka.”
Pada tahun 23 Hijriyah beliau terkena musibah. Ketika sedang sholat, beliau ditikam dengan pisau yang besar. Beliau ditikam oleh seorang Majusi, sehingga beliau wafat. Orang Majusi itu bernama Abu Lu’lu’ah.
Diambil dari Buku “Kisah 20 Shohabat Peraih Janji Surga” karya Abu ‘Umar Ibrohim dan Abu Muhammad Miftah. Penerbit: Hikmah Anak Sholih – Yogyakarta. (dengan sedikit edit dari redaksi).  
Daftar Istilah (Glosarry):
1. tawadhu’ = rendah hati.
2. Majusi = kaum penyembah api.

>Abu Bakar Ash Shiddiq, Sahabat yang Paling Utama

Leave a comment

>

Abu Bakar rodhiyallohu ‘anhu adalah laki-laki pertama dari sepuluh orang yang diberi kabar gembira akan masuk surga oleh Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Namanya adalah ‘Abdullah bin ‘Utsman. Akan tetapi beliau lebih dikenal dengan nama kunyahnya, yaitu Abu Bakar rodhiyallohu ‘anhu. Julukan beliau adalah Ash Shiddiq. Karena beliau adalah orang yang paling segera membenarkan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam.

Abu Bakar adalah seorang tokoh Islam yang diakui kehebatannya dalam menegakkan agama Alloh. Keutamaannya begitu besar. Para ulama sepakat akan kedudukannya sebagai orang nomor satu di kalangan para sahabat.

Abu Bakar rodhiyallohu ‘anhu adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan laki-laki. Di kalangan shohabat, beliau adalah orang yang paling pemberani, paling dermawan, paling ‘alim (berilmu), dan paling bertaqwa kepada Alloh.

Beliau adalah manusia yang paling dicintai Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Sampai-sampai Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam mengatakan,
“Seandainya aku boleh mengambil seorang khalil (kekasih yang tercinta), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai khalil-ku.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Berkata Al Imam Asy-Sya’bi,
“Alloh telah memberikan kekhususan kepada Abu Bakar rodhiyallohu ‘anhu dengan empat perkara yang tidak dimiliki oleh seorang pun:
1. Dinamai dengan Ash Shiddiq.
2. Orang yang menemani Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam di Gua Tsur.
3. Orang yang menjadi teman setia Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dalam berhijrah.
4. Orang yang ditunjuk Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam untuk mengimami manusia dalam sholat. “
Abu Bakar rodhiyallohu ‘anhu adalah orang yang sangat takut kepada adzab Alloh. Sampai-sampai beliau mengatakan,
“Sungguh aku ingin menjadi sehelai rambut yang menempel di tubuh seorang budak yang beriman.”
Pada suatu hari, Abu Bakar pernah dibawakan makanan oleh seorang anak. Ternyata makanan itu hasil perdukunan di zaman jahiliyah. Setelah mengetahui tentang hal tersebut, beliau langsung memuntahkannya. Ini membuktikan betapa zuhud dan wara’-nya beliau. Abu Bakar adalah seorang laki-laki yang sangat pemberani. Keberaniannya diakui oleh lawan dan kawan. Setiap peperangan beliau ikuti. Hijrah di jalan Alloh pun beliau jalani. Beliaulah yang memerangi orang-orang murtad sepeninggal Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam.
Ketika para sahabat dirundung kesedihan atas kematian Rosululloh, tiba-tiba tampillah Abu Bakar berbicara di hadapan para sahabat dengan ucapan yang menyentuh dan membuat mereka sadar. Beliau membaca Firman Alloh:
“Sesungguhnya engkau akan mati dan mereka akan mati pula.” (QS. Az Zumar: 30).
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rosul.” (QS. Ali ‘Imran: 144).
Kemudian beliau mengatakan,
“Wahai manusia! Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka beliau telah tiada. Dan barangsiapa menyembah Alloh, maka sesungguhnya Alloh adalah Dzat Yang Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.”
Maka para sahabat menjadi tenang dan sadar dengan ucapan beliau. Hal ini menunjukkan betapa ‘alim dan kokohnya iman Abu Bakar. Keutamaan beliau yang tidak tertandingi diakui pula oleh ‘Umar bin Khaththab. Ketika diserukan untuk bershodaqoh, dengan keyakinan akan mengalahkan Abu Bakat ‘Umar menshodaqohkan setengah hartanya. Namun ternyata Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. ‘Umar baru sadar bahwa dia tidak akan pernah mengungguli Abu Bakar dalam perkara apapun selama-lamanya.
Beliau meninggal pada tahun 13 Hijriyah di umur 63 tahun. Kota Madinah dirundung kesedihan. Telah pergi khalifah pertama dan manusia terbaik setelah Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam. Beliau dikuburkan pada malam hari di sisi Rosululloh.
Diambil dari Buku “Kisah 20 Shohabat Peraih Janji Surga” karya Abu ‘Umar Ibrohim dan Abu Muhammad Miftah. Penerbit: Hikmah Anak Sholih – Yogyakarta. (dengan sedikit edit dari redaksi). 
Daftar Istilah (Glossary):
a. kunyah = nama yang dinisbatkan kepada seseorang, misalnya Abu Fulan (bapaknya Fulan), Ummu Fulan (ibunya Fulan), Ibnu Fulan (anaknya Fulan).
b. khalil = kekasih.
c. wara’ = rasa takut akan siksa Alloh.

Older Entries